Mahkamah Konstitusi menerima perbaikan permohonan pengujian UU Otonomi Khusus Papua tahun 2014. Habel Rumbiak mewakili Pemohon prinsipal menyampaikan perbaikan permohonan yang terdiri dari penegasan potensi kerugian yang dialami Pemohon dengan berlakunya UU Otsus Papua tersebut..
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan awal, Paulus Agustinus Kafiar mempermasalahkan adanya keharusan dalam UU Otsus Papua bagi calon kepala daerah agar memiliki gelar kesarjanaan dianggap telah menghalangi hak konstitusional warga negara. Aturan tersebut dinilai tidak mencerminkan semangat pemberian status kekhususan bagi Papua karena berdasarkan ketentuan yang berlaku, status kekhususan yang dimaksud hanya terkait dengan syarat asli orang Papua dan bukan tentang syarat minimal pendidikan.
Habel Rumbiak mewakili pemohon prinsipal, Paulus Agustinus Kafiar berpendapat potensi kerugian konstitusional secara spesifik telah dirasakan oleh Pemohon prinsipal yang tidak dapat maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah di Papua karena yang bersangkutan saat ini hanya memiliki gelar pendidikan setara Sekolah Menengah Atas.
Lebih lanjut Habel menegaskan, pengaturan mengenai syarat bagi calon kepala daerah dapat mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait, seperti UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sehingga apabila ketentuan tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka tidak akan terjadi kekosongan hukum.
Dalam tuntutan atau petitumnya, Habel memohon agar MK menafsirkan agar UU Otonomi Papua, khususnya pasal yang tengah diujikan, ditafsirkan secara bersyarat. “Ketentuan batas pendidikan diatur “sekurang-kurangnya SMA” dan akan bertentangan dengan Konstitusi jika tidak ditafsirkan demikian” pungkas Habel Rumbiak mengakhiri perbaikan permohonannya. (Julie/mh)