Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memperbaiki permohonannya dalam pengujian dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan UU No. 3 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Muhammad Alim tersebut, Pemohon memperkuat kedudukan hukum (legal standing) dan permohonannya (petitum).
Diwakili oleh Kuasa Hukum Asep Ridwan, Pemohon memaparkan secara spesifik urgensi bagi pihaknya untuk mengajukan permohonan judicial review itu. “Selanjutnya, untuk memastikan bahwa yang kita uji adalah pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, maka kami cantumkan session tersediri. Intinya mengenai batu uji dalam judicial review ini, yakni Pasal 1 angka 3, Pasal 28 huruf c ayat (2) dan Pasal 28 huruf d ayat (1) UUD 1945,” jelas Asep di ruang sidang pleno Gedung MK, Jakarta, Kamis (10/4).
Pemohon juga memperbaiki petitum sesuai dengan nasihat dari Majelis Hakim dengan mencantumkan petitum secara lebih detail. “Pertama, intinya ketentuan ini bertentangan dengan UUD 1945 dan kedua, kita juga mohon untuk ketetentuan tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum atas ketentuan yang kita uji. Termasuk juga memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” imbuhnya.
Sebelumnya, LPS mengajukan permohonan uji materi UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan UU No. 3 Tahun 2003 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ke Mahkamah Konstitusi. Pada sidang perdana, LPS yang diwakili kuasa hukumnya Eri Hertiawan menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan hukum yang akan dilakukan oleh LPS berpotensi menjadi terhambat dengan adanya pasal-pasal yang diujikan.
Pasal 45 UU Pasar Modal, Pasal 6 ayat (1) huruf d, Pasal 30 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 38 ayat (5), Pasal 42 ayat (5), Pasal 85 ayat (2) dan ayat (3) UU LPS yang diujikan tersebut terkait fungsi, tugas, dan wewenang LPS. “Kami mengambil contoh terhadap fungsi dari LPS untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan. Untuk melaksanakan tugas melaksanakan pengambilan simpanan, LPS mempunyai hak juga untuk mendapatkan data nasabah. Dalam kaitannya dengan data nasabah, ada perundang-undangan lain yang mengatur mengenai rahasia bank,” ujar Eri dalam sidang perdana perkara nomor 27/PUU-XII/2014 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (27/3).
Dalam konteks rahasia bank itu, sambung Eri, LPS berpotensi untuk mengalami hambatan karena ada bank yang berdampak sistemik tengah diselamatkan. Terhadap bank tersebut, pihak LPS harus melakukan pemeriksaan. Namun, tugas itu lagi-lagi terhambat lantaran adanya ketentuan terkait rahasia bank.
Selain itu, kewajiban LPS untuk menjual seluruh saham bank gagal, baik yang tidak berdampak sistemik dan yang berdampak sistemik, dalam waktu tertentu juga dapat terhalang lantaran harga atau upaya untuk menjual saham bank gagal tersebut nilainya di bawah nilai penyertaan modal sementara. (Lulu Hanifah/mh)