Penyamarataan besarnya ancaman hukuman terhadap pengguna, penyimpan, pemilik, pengedar dan pembuat narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 35 tentang Narkotika digugat oleh Firman Ramang Putra, seorang pemilik bengkel motor ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang pendahuluan pengujian UU Narkotika, Senin (11/11/2013) yang dipimpin Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Pemohon melalui kuasa hukumnya, Mohammad Yusuf Hasibuan, menilai Pasal 111 ayat (2), Pasal 112 ayat (2), dan Pasal 114 ayat (2) yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon tidak mengatur berat ringannya hukuman atas pelanggaran penyalahgunaan narkoba.
Firman Raman Putra yang dalam permohonannya mengakui menggunakan narkoba, ditangkap karena kedapatan menyimpan sebanyak 215 bungkus narkotika jenis ganja. Firman mengaku dirinya menyimpan barang tersebut atas permintaan seseorang bernama Yanamar Azzam, yang akan diedarkan sendiri oleh Yanamar. Dalam perjalanannya, Firman diancam dengan menggunakan tiga pasal tersebut tanpa melihat peran Firman dalam kepemilikan ganja tersebut.
Terhadap permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati melihat apa yang dimohonkan oleh Pemohon merupakan persoalan implementasi norma dalam suatu UU dan tidak ada kaitannya dengan persoalan norma. Maria juga mempertanyakan hak konstitusional mana yang dilanggar dari berlakunya UU tersebut. Maria menilai, andai pasal-pasal dalam UU Narkoba tersebut dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, maka UU Narkoba tidak lagi memiliki gigi dalam menghukum pelaku penyalahgunaan narkoba.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman yang juga melihat argumentasi yang dibangun Pemohon tidak sinkron dengan bagian tuntutan yang ada dalam permohonan perkara 89/PUU-XI/2013 ini. Sementara Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menilai Pemohon belum menjelaskan hak konstitusional Pemohon yang mana yang telah dilanggar akibat berlakunya pasal-pasal dalam UU Narkotika.
Majelis hakim konstitusi memberikan nasihat agar Pemohon untuk memperbaiki permohonannya dan meyakinkan MK bahwa permohonan ini bukan persoalan konkrit penerapan norma dalam UU. (Ilham/mh)