Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (UU KEK) pada Selasa (24/9). Sidang perkara dengan No. 79/PUU-XI/2013 ini diajukan oleh Dokter Salim Alkatiri.
Dalam permohonannya, Pemohon mengujikan Pasal 6 ayat (2) huruf c dan Pasal 7 ayat (1). Pensiunan dokter ini merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya norma tersebut. Menurut Salim, UU KEK dibuat untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis. Namun, dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c UU KEK juga seharusnya mencantumkan perencanaan dan sumber pembiayaan wajib dari APBN karena APBD Kabupaten Buru Selatan yang tidak memadai.
Pemohon yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Buru pada tahun 2004 ini merasa bahwa ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Kawasan Ekonomi Khusus tidak tepat dalam hal pengajuan Kawasan Ekonomi Khusus di Pulau Buru. Menurutnya, Pemerintah sangat diskriminatif terhadap anggaran APBN Provinsi Maluku. “Saya mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi supaya mempercepat supaya Kabupaten Buru Selatan harus cepat menjadi daerah otoritas Kabupaten Buru Selatan. Karena birokrasi yang terlalu berbelit-belit,” ujarnya.
Menanggapi permohonan Pemohon, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar dan Anwar Usman memberikan saran perbaikan. Menurut Maria, Pemohon tidak perlu meminta permohonan ini untuk menetapkan kawasan ekonomi khusus Buru Selatan, karena hal itu bukan menjadi wewenang MK. Maria menjelaskan jika ingin seperti itu, maka Pemohon harus mengajukan ke DPR.
“Tapi kalau Bapak dengan dalih supaya kawasan ekonomi khusus Buru itu segera dikerjakan atau segera dilaksanakan dan menganggap bahwa Pasal 6 dan Pasal 7 itu bertentangan dengan konstitusi, maka itu saja yang dirumuskan di dalam alasan Pemohon atau alasan permohonan ini. Jadi, dipindahkan yang dari legal standing tadi dipindahkan ke dalam alasan Pemohon,” jelasnya.
Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Sidang berikutnya akan digelar dengan agenda pemeriksaan perbaikan. (Lulu Anjarsari/mh)