Supremasi hukum merupakan upaya menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Dengan menempatkan hukum sesuai tempatnya, hukum dapat melindungi seluruh warga masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun, termasuk oleh penyelenggara negara. Oleh karena itu, supremasi hukum tidak sekedar ditandai tersedianya aturan hukum yang ditetapkan, melainkan harus diiringi kemampuan menegakkan kaidah hukum.
Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi M. Akil Mochtar dalam ceramah kuncinya pada acara Seminar Nasional untuk menyambut hari ulang tahun Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang ke-47 bertemakan “Supremasi Hukum untuk Kemakmuran”, di Birawa Ballroom Hotel Bidakara Jakarta, Selasa pagi (17/9).
Akil menjelaskan, supremasi hukum sering dipahami sebagai salah satu esensi demokrasi. Karena supremasi hukum mengimplikasikan dua hal, yaitu mencegah terjadinya praktik penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, supremasi hukum memiliki implikasi menjaga masyarakat agar dalam menjalankan hak-haknya tidak terjerumus dalam tindakan di luar batas hukum yang acapkali berujung anarkis.
“Penegakan hukum hendaknya dipahami bukan hanya sebagai tindakan represif dari aparat penegak hukum dalam melakukan reaksi tegas terhadap penindakan pelaku kriminal. Penegakan hukum dalam arti yang lebih luas mencakup segala aktivitas yang bertujuan agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya,” papar Akil.
Akil juga mengatakan, dalam konteks diskursus hubungan demokrasi dan kemakmuran, ada pertanyaan yang harus dijawab, yaitu apakah sebuah negara menjadi makmur karena demokratis, atau sebaliknya bahwa mereka demokratis karena sudah makmur. Karena pada faktanya, negara demokratis tidak selalu makmur, dan sebaliknya negara otoriter malah ada yang mampu menyejahterahkan rakyatnya. “Demikian juga dalam konteks diskursus hubungan supremasi hukum dan kemakmuran. Pertanyaan yang mengemuka, apakah supremasi hukum menjadi prasyarat kemakmuran, atau sebaliknya, negara makmur terlebih dahulu baru hukum dapat disupremasikan?” tanya Akil.
Berdasarkan uraian yang sudah dikemukakan, Akil kembali menegaskan bahwa supremasi hukum untuk kemakmuran ini meniscayakan seluruh potensi, sumber daya, dan anggaran serta instrumen penyelenggaraan negara, seperti peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara, haruslah berorientasi semata-mata untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk kemakmuran diri sendiri.
“Dengan demikian, langkah dan tindakan yang keluar dari koridor arahan konstitusi menunjukan ketidakpahaman kita terhadap pesan-pesan konstitusi. Selain inkonstitusional, langkah dan tindakan tersebut merupakan pengkhianatan terhadap tujuan proklamasi kemerdekaan dan ide dasar pembentukan negara kesatuan republik indonesia,” lanjut Akil.
Sebelum mengakhiri paparannya, Akil berharap bahwa KAHMI sebagai sejarah keberlanjutan semangat perjuangan HMI, sejarah perjuangan untuk perubahan, mengubah hari esok menjadi lebih baik. Selain itu, Akil berharap KAHMI terus unjuk diri membuktikan arti penting keberadaanya bagi kemajuan dan kebesaran bangsa negara.
Acara tersebut dihadiri oleh Koordinatur Presidium Majelis Nasional KAHMI, yang juga Mantan Ketua MK Moh. Mahfud MD, Presidium Majelis Nasional KAHMI Bambang Susatyo, serta mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. (Panji Erawan /mh)