Masa jabatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pengganti yang hanya melanjutkan masa jabatan anggota BPK yang digantikan dinyatakan bertentangan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (10/9) di Ruang Sidang Pleno MK. Putusan dengan Nomor 13/PUU-Xi/2013 ini dibacakan oleh Ketua MK M. Akil Mochtar dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya. Permohonan ini diajukan Bahrullah Akbar, anggota BPK pengganti dengan masa jabatan kurang dari 3 (tiga) tahun, sedangkan masa jabatan Anggota BPK lain yang bukan pengganti ditetapkan berbeda dengan masa jabatan lima tahun.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK sepanjang frasa “penggantian antarwaktu” bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menyatakan Pasal 22 ayat (4) dan Pasal 22 ayat (5) bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Akil membacakan permohonan yang diajukan oleh Bahrullah Akbar.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva, isu pengujian konstitusionalitas yang dimohonkan Pemohon memiliki kesamaan substansi dengan pengujian konstitusionalitas masa jabatan anggota Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti yang telah diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011, bertanggal 20 Juni 2011 dan masa jabatan Hakim Konstitusi pengganti yang telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011, bertanggal 18 Oktober 2011.
“Kedua Putusan tersebut menegaskan, norma Undang-Undang yang menentukan bahwa masa jabatan Hakim Konstitusi pengganti yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan Hakim Konstitusi yang digantikannya maupun masa jabatan anggota Pimpinan KPK pengganti yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota Pimpinan KPK yang digantikannya adalah norma yang bertentangan dengan konstitusi,” tutur Hamdan..
Menurut Mahkamah, demikian juga halnya dengan BPK, sebagai lembaga negara yang mandiri yang dibentuk konstitusi, haruslah mendapatkan jaminan konstitusional dalam menjalankan tugas dan kewenangannya secara efektif, independen dan berkesinambungan. Anggota BPK, sambung Hamdan, tidak harus berhenti secara bersamaan dalam satu waktu, karena hal itu tidak menjamin efektivitas dan kesinambungan pelaksanaan tugas dan wewenang BPK secara baik.
“Dengan demikian jika seorang Anggota BPK yang berhenti sebelum berakhir periode jabatannya 5 (lima) tahun harus diganti oleh Anggota BPK yang menduduki masa jabatan untuk 5 (lima) tahun pula, dan tidak hanya melanjutkan masa jabatan anggota yang digantikannya,” jelasnya.
Selain itu, Hamdan menjelaskan bahwa baik syarat maupun mekanisme pengisian jabatan anggota BPK pengganti maupun anggota BPK bukan pengganti adalah sama dan tidak ada perbedaan. Dalam Pasal 22 ayat (1) UU BPK, calon Anggota BPK pengganti harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU BPK. Anggota pengganti yang terpilih yang hanya melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang digantikan mendapat perlakuan yang berbeda dengan anggota yang terpilih secara bersamaan pada awal periode yang menjalankan masa jabatan secara penuh, padahal anggota pengganti menjalani segala proses seleksi dan syarat-syarat yang sama, sehingga melanggar prinsip perlakuan yang sama terhadap setiap warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU BPK sepanjang frasa “penggantian antarwaktu”, harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945,” ujarnya.
Akan tetapi, Hamdan mengungkapkan meskipun Pasal 47 UU MK menetapkan putusan Mahkamah berlaku sejak ditetapkan (prospektif), namun demi asas kemanfaatan yang merupakan asas dan tujuan universal hukum maka untuk kasus-kasus tertentu putusan Mahkamah dapat diberlakukan surut (retroaktif) sebagaimana yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Nomor 110-111-112-113/PUU-VII/2009, tanggal 7 Agustus 2009 yang menjadi landasan penetapan anggota-anggota DPR periode 2009-2014. Alasan yang mendasari penetapan retroaktif secara khusus tersebut, antara lain adalah ”telah” dan ”terus” berlangsungnya satu penerapan isi Undang-Undang berdasar penafsiran yang tidak tepat sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan kerugian konstitusional dan karenanya harus dihentikan. Penghentian ketidakpastian hukum dan kerugian konstitusional itu, jelas Hamdan, harus menjangkau secara retroaktif sejak ditetapkannya penafsiran yang tidak tepat tersebut, saat mana mulai timbul ketidakpastian hukum dan kerugian konstitusional seperti terlihat dalam perkara tersebut.
“Oleh karena itu, untuk menghindari ketidakpastian hukum sebagai akibat dari putusan ini, terkait dengan jabatan Anggota BPK pengganti, maka putusan ini berlaku bagi Anggota BPK pengganti yang sudah diangkat dan sekarang menduduki jabatan sebagai Anggota BPK, sehingga berhak menduduki masa jabatan penuh yaitu selama 5 (lima) tahun sejak diresmikan pengangkatannya sebagai Anggota BPK dengan keputusan Presiden,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)
;