Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri menuturkan bahwa persoalan tentang keuangan negara terkait erat dengan tujuan utama sebuah negara didirikan yakni mengusahakan sebesarnya-besarnya kemakmuran rakyat dan pengelolaan BUMN yang kekayaannya disamakan dengan kekayaan negara telah sesuai dengan tujuan tersebut.
Pada sidang mendengarkan keterangan DPR, BPK, serta saksi/ahli Pemohon dan Pemerintah, Rabu (04/09/2013), BPK menyatakan keberadaan BUMN yang didirikan oleh pemerintah bukanlah semata-mata hanya untuk mencari keuntungan belaka, namun BUMN juga harus dapat berfungsi sebagai agen pembangunan. Maksudnya, jika keuangan negara dalam keadaan yang tidak stabil, maka BUMN diharapkan dapat membantu negara menstabilkan perekonomian nasional.
Terkait dengan dalil Pemohon dalam perkara ini yang mempersoalkan tugas BPK yang berwenang mengaudit keuangan BUMN, Bisri mengatakan hal itu telah sejalan dengan prinsip akuntabilitas, keterbukaan dan profesionalisme. Sebagai bagian dari kekayaan negara, maka BPK berhak memeriksa keuangan BUMN.
“Justru sebaliknya, jika aset BUMN tidak dianggap sebagai kekayaan negara, dan BPK tidak dapat melakukan audit, maka dikhawatirkan akan terjadi penyelewengan dana perusahaan yang mengarah pada tindak pidana korupsi, seperti yang pernah terjadi saat krisis ekonomi melanda Indonesia. Saat itu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) banyak mendapati penyimpangan keuangan perusahaan yang dilakukan oleh para direksi. Hal ini dapat terjadi karena BPK tidak dapat melakukan audit pada perusahaan swasta,” urai Bisri dalam keterangan resminya dihadapan majelis hakim.
Menjawab kegelisahan para dirut BUMN yang khawatir akan dikriminalkan jika salah dalam mengambil keputusan bisnis, Bisri menjamin pemerintah akan berhati-hati sebelum menjatuhkan sangkaan apakah kerugiaan negara tersebut murni merupakan resiko bisnis ataukah perbuatan melawan hukum. “Kami akan memisahkan apakah kerugian Negara tersebut masuk pada kategori resiko bisnis ataukah masuk dalam klasifikasi perbuatan melawan hukum yang menjurus pada tindak pidana korupsi,” ujar Bisri berusaha mementahkan dalil Pemohon.
Senada dengan BPK, Wakil Ketua Komisi III DPR, Al Muzzammil Yusuf juga berprinsip bahwa ketentuan UU Keuangan Negara telah selaras dengan prinsip akuntabilitas yang mewajibkan penggunaan dana sekecil apapun dari keuangan BUMN harus dapat dipertanggungjawabkan tanpa kecuali. “Sehingga diperlukan kehati-hatian agar tidak merugikan keuangan negara, namun sekaligus negara tidak dibebani terlalu jauh dalam persoalan keuangan BUMN,” ungkap Al Muzzammil.
Diperkirakan pada Senin, 16 September 2013, pukul 14.00 WIB, MK akan membuka sidang lanjutan perkara yang diajukan oleh almarhum Arifin P. Soeria Atmadja dkk dengan nomor perkara 48/PUU-XI/2013 ini memberikan kesempatan pada seluruh pihak untuk kembali menghadirkan saksi dan ahlinya di muka persidangan. (Julie/mh)