Sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) terhadap UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No. 15 Tahun 2011 Penyelenggara Pemilu - Perkara No. 39 dan 45/PUU-XI/2013 - kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (16/7) siang. Pemohon di antaranya adalah Sefriths dan Haeril. Sejumlah saksi dihadirkan oleh Pemohon dalam persidangan.
Mengawali persidangan, Saksi Pemohon bernama Binsar Nasution menjelaskan soal penerapan peraturan KPU yang merugikan dirinya.
“Saya anggota DPRD dari Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Yang Mulia, saya dulu diangkat setelah dikabulkan gugatan saya di Mahkamah Konstitusi pada 2009. Namun, dengan peraturan yang dibuat oleh KPU, saya dipaksa untuk mengundurkan diri,” kata Binsar dari Partai Demokrat.
“Dengan demikian, saya harus mengundurkan diri dari partai semula itu,” ucap Binsar kepada pimpinan sidang, Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar.
“Intinya, Saudara mengalami kerugian akibat berlakunya peraturan KPU tersebut. Betul?” tanya Akil kepada Binsar.
Menanggapi pertanyaan Akil, Binsar menjelaskan bahwa akibat konsekuensi peraturan tersebut, banyak hal yang sangat merugikannya. Di antaranya bisa menimbulkan kegaduhan di DPRD karena akan muncul anggota DPRD yang baru dengan masa jabatan yang sangat singkat. “Tentunya kinerja DPRD akan sangat menurun,” ujar Binsar.
Saksi Pemohon berikutnya, S. Thedeus A. W sebagai anggota DPD dari Partai Peduli Rakyat Nasional, Kabupaten Maluku Tenggara. Seperti halnya Binsar, Thedeus juga mengalami kerugian dengan adanya peraturan KPU.
“Selain kerugian pribadi, juga terjadi kerugian daerah dan negara. Kerugian daerah dan negara terkait dengan tidak berfungsinya alat kelengkapan DPRD yaitu badan legislasi, badan kehormatan dan komisi A,” urai Thedeus kepada Majelis Hakim Konstitusi.
“Karena dari 18 partai politik yang memiliki kursi di DPRD yang jumlahnya 25, maka 11 partai politik harus mengundurkan anggotanya. Oleh sebab itu dalam sidang ini, saya menyampaikan poinnya bahwa kemunduran ini akan berakibat pada kinerja DPRD,” tambah Thedeus.
Selanjutnya, ada Saksi Pemohin bernama Tri Kurniawan sebagai Wakil Sekjen DPP Partai Penegak Demokrasi Indonesia. “Saya ingin menyampaikan sikap dari DPP kami, Yang Mulia, mengenai kader-kader kami yang menjadi caleg di partai lain. Sehubungan dengan gagalnya partai kami tidak menjadi peserta pemilu 2014, kami melaksanakan rapat pimpinan nasional ( rapimnas), Yang Mulia,” jelas Tri.
Dikatakan Tri lagi, rapimnas merupakan salah satu forum pengambilan keputusan tertinggi partai. Dalam rapimnas direkomendasikan bahwa kepada kader maupun anggota Partai Penegak Demokrasi Indonesia yang ingin menjadi caleg, itu diberi kesempatan bergabung ke partai lain.
Sebagaimana diketahui, ada sejumlah alasan Pemohon yang menganggap undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Salah satu alasan Pemohon, KPU memang memiliki kewenangan untuk melakukan verifikasi syarat formal keanggotaan partai politik bakal calon anggota legislatif peserta Pemilu 2014, namun berlebihan ketika kewenangan tersebut diperluas melalui Pasal 21 ayat (1) pedoman teknis tersebut sehingga mendeterminasi wewenang Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2008. (Nano Tresna Arfana/mh)