Dalam melaksanakan tugas, jaksa yang menghadapi proses hukum terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung. Ketentuan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan tersebut bertujuan unutk memberikan perlindungan terhadap jaksa dalam menjalankan profesi tanpa intimidasi, gangguan, godaan dan campur tangan yang tidak tepat.
Demikian keterangan pemerintah yang disampaikan Kepala Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Litbang HAM, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Mualimin Abdi, dalam sidang pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pada hari Rabu (10/07/2013).
Kepada majelis hakim konstitusi yang dipimpin Akil Mochtar, Mualimin menyatakan, diadakannya izin dari Jaksa Agung untuk melakukan tindakan kepolisian terhadap Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, secara filosofis memiliki tujuan agar aparat penegak hukum tidak semena-mena melakukan tindakan kepolisian terhadap jaksa tanpa seizing atau sepengetahuan Jaksa Agung selaku pimpinan dan penanggung jawab tertinggi.
Menurut Mualimin, perlindungan terhadap profesi tidak hanya ditemukan pada profesi jaksa, namun juga diberikan pada penegak hukum lain seperti hakim dan advokat. Perlindungan terhadap profesi penegak hukum dalam bentuk pemberian izin oleh atasan atau pejabat yang berwenang juga dapat ditemui pada pimpinan dan hakim Mahkamah Agung, pimpinan dan hakim pengadilan, serta hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal senada juga disampaikan oleh anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), M. Nurdin, yang menegaskan negara harus memberikan jaminan kepada jaksa agar dapat menjalankan fungsinya tanpa intimidasi dan gangguan. “Mekanisme izin Jaksa Agung tersebut, semata-mata untuk memberikan jaminan dan perlindungan negara kepada jaksa dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” jelas Nurdin. Lebih lanjut menurutnya, aturan tersebut tidak dimaksudkan untuk menghambat proses penegakkan hukum atau bahkan menjadikan Jaksa kebal hukum.
Sebelumnya, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga mantan Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Antasari Azhar, bersama Andi Syamsudin, adik dari direktur PT. Rajawali Putra Banjaran, Alm. Nasrudin Zulkarnaen, dan Boyamin, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dalam perkara nomor 55/PUU-XI/2013 menguji pasal 8 ayat (5) yang berbunyi “Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) jaksa diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.”. Menurut Para Pemohon ketentuan tersebut menimbulkan tidak adanya jaminan kepastian hukum yang adil, sebagai diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD). (Ilham/mh)