Sidang pengujian UU No. 18/2003 tentang Advokat - Perkara No. 26/PUU-XI/2013 - kembali digelar pada Selasa (14/5) siang di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi. Pemohon adalah Rangga Lukita Desnata dkk. Pihak Terkait dalam perkara ini adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Dalam persidangan, saksi dari Pemohon bernama Palmer Situmorang memberikan keterangannya sebagai advokat tanpa perlindungan dalam menjalankan profesinya di luar sidang pengadilan.
Kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar, Palmer menuturkan pengalamannya saat ia berpraktik menjadi advokat. Ia mengaku, dalam menjalankan profesi advokat sejak 1980 dirinya pernah mendapat tuntutan, hambatan, atau intimidasi terhadap profesi itu sendiri, baik yang nyata melalui prosedural formal.
Situmorang pun sempat merasakan pengalaman saat ia ditarget menjadi tersangka sesuai dengan penjelasan polisi. Ketika itu, tidak jadinya ia menjadi tersangka bukan karena tidak ada perangkat yang menjeratnya sebagai tersangka.
“Menurut polisi, unsur-unsur yang mengarah kepada dugaan sebagai tersangka, seperti mengatakan sesuatu yang bohong, memfitnah orang lain, dan lainnya telah memenuhi syarat. Tetapi polisi bilang, ‘Kami tidak seret Saudara sebagai tersangka karena kami tahu Anda siapa, profesi Anda’,” ungkap Situmorang.
Lebih lanjut Situmorang menyampaikan pengalaman lainnya terkait profesinya. Peristiwanya terjadi saat ia menangani kasus asuransi Manulife. Menurutnya, begitu kotor cara-cara advokat yang berseberangan dengannya saat ia menangani kasus tersebut.
“Wartawan menjelaskan semua permainan itu ke saya, lalu saya memberi komentar inilah cara-cara advokat yang merusak reputasi advokat. Saya dibuat jadi tersangka, saya dilaporkan karena dianggap mencemarkan nama baik dengan ngomong ke Majalah Tempo. Padahal komentar itu mengenai proses perkara yang sedang saya tangani, Manulife. Kenapa sampai pada waktu itu ada beberapa hakim yang diskors di Jakarta Pusat oleh Menteri Kehakiman, Yusril Ihza Mahendra,” urainya.
“Saya dibuat jadi tersangka, tidak lanjutnya ke pengadilan kebetulan si pelapor tidak mencantumkan suatu kertas pernyataan dia akan menuntut. Karena ini delik aduan, harus mencantumkan suatu statement di atas kertas bermaterai menyatakan bahwa dia akan menuntut, bukan hanya melaporkan,” tambahnya.
Situmorang melanjutkan, kini telah satu tahun berlalu dari pengalaman itu. “Selamatlah saya dalam kasus itu. Namun yang ingin saya katakan, memang jadi ancaman kalau dalam profesi advokat tidak ada imunitas di luar persidangan. Yang Mulia, 95% perkerjaan saya ada di luar pengadilan. Banyak kasus diselesaikan dengan musyawarah, mufakat, maupun kita memberikan dalil terutama ketika kita mengirimkan surat somasi dengan melampirkan bukti,” imbuhnya kepada Majelis Hakim.
“Alangkah celakanya advokat kalau tidak memiliki imunitas. Misalnya kita kirimkan dokumen, ternyata klien kita nakal menggunakan dokumen palsu. Kalau menurut unsur ‘perbuatan menggunakan surat palsu’ terpenuhi seluruhnya. Jadilah advokat terpidana dan terancam dalam menjalankan profesinya. Itulah yang saya mau katakan,” tandas Situmorang.
Sebagaimana diketahui, Rangga Lukita Desnata dkk dalam judicial review di MK menguji ketentuan Pasal 16 UU Advokat. Ketentuan tersebut hanya memberikan pengakuan dan perlindungan kepada advokat dalam sidang pengadilan, dengan advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Penjelasan Pasal 16 UU Advokat sepanjang frasa “sidang pengadilan” tidak mencakup perlindungan kepada advokat di luar pengadilan seperti melakukan somasi, melakukan perundingan, memberikan pernyataan pers, membuat suatu pengumuman baik di media cetak, elektronik media online dan sebagainya.
Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum kepada para Pemohon. Potensi kerugian hak konstitusional bagi para Pemohon sangatlah mendasar, karena terdapat rekan advokat para Pemohon yang langsung ditetapkan tersangka oleh kepolisian saat menjalankan profesi di luar sidang pengadilan tanpa melalui mekanisme internal organisasi advokat. (Nano Tresna Arfana/mh)