Norma yang terkandung dalam UU Advokat itu sebetulnya merupakan perwujudan kehendak advokat itu sendiri. Artinya, UU tersebut oleh para advokat semestinya dijadikan dasar bahwa dahulu belum ada undang-undang untuk memberikan pijakan dalam menjalankan profesinya. Sekarang sudah ada undang-undang yang mengaturnya, sehingga ada kepastian dalam membela kliennya.
Hal itu dikemukakan Mualimin Abdi selaku wakil Pemerintah, dalam sidang PUU No. 18/2003 tentang Advokat - Perkara No. 26/PUU-XI/2013 - pada Kamis (18/4) siang di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
“Namun demikian pemerintah memahami bahwa mungkin saja pada saat undang-undang itu dibahas, para advokat senior yang hadir saat itu semangatnya berbeda untuk memberikan hal-hal terkait hak dan kewajibannya. Dibanding advokat yang sekarang melakukan uji materil terhadap pasal-pasal UU Advokat,” ujar Mualimin Abdi, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kemenkumham.
Sejatinya, ungkap Mualimin, untuk sidang berikutnya advokat-advokat yang dahulu terlibat dalam penyusunan UU Advokat diundang hadir, agar mengetahui secara pasti original intent UU itu sendiri. Sehingga ke depan, tidak ada lagi permohonan pengujian UU terkait dengan advokat itu sendiri.
Mualimin melanjutkan, pemerintah juga menyadari bahwa dalam arena criminal justice system memang terdapat mata rantai penegak hukum yang tidak bisa dipungkiri antara satu dengan lainnya. Walaupun antara penegak hukum memiliki landasan UU yang mengaturnya sendiri-sendiri.
“Misalnya kepolisian memiliki UU Kepolisian, kejaksaan punya UU Kejaksaan, advokat punya UU Advokat, yang juga dalam criminal justice system ada UU KPK yang mengatur hal-hal yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Mualimin kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK M. Akil Mochtar.
Oleh karena itu, sambung Mualimin, karena undang-undang yang mengatur antara penegak hukum adalah diatur oleh UU pengaturnya sendiri, maka antara penegak hukum tidak dapat dipersamakan satu dengan lainnya.
“Di kejaksaan misalnya, di sana ada komisi kejaksaan maupun pengawas internal itu sendiri. Hakim juga ada, KPK juga punya Majelis Kehormatan KPK, dan advokat juga ada yang terkait dengan kode etik yang dilakukan persatuan advokat itu sendiri,” urai Mualimin.
Dengan demikian, menurut Pemerintah, pada dasarnya hal-hal yang terkait dengan “hak imunitas” advokat itu sendiri sudah diatur sedemikian rupa dalam UU Advokat itu sendiri yaitu dalam Bab Hak dan Kewajiban.
“Undang-undang itu sendiri sudah memberikan keleluasaan kepada advokat terhadap hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya dalam membela klien, baik di luar pengadilan maupun dalam pengadilan itu sendiri,” tandas Mualimin.
Sesuai jadwal, sidang PUU No. 18/2003 tentang Advokat ini menghadirkan Pihak Pemerintah dan DPR. Namun karena satu dan lain hal, DPR tidak hadir dalam persidangan. Sebagaimana diketahui, Pemohon PUU No. 18/2003 tentang Advokat adalah Rangga Lukita Desnata dkk. yang mengujikan Pasal 16 UU No. 18/2003 tersebut. (Nano Tresna Arfana/mh)