Frasa “pengangkatan penggantian antarwaktu” yang terdapat dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) memiliki ketidakjelasan rumusan yang pada akhirnya berimplikasi kepada ketidakjelasan tujuan dan adanya ketidakpastian hukum. Hal ini berakibat pada implementasi UU BPK.
Keterangan ini disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra selaku Ahli Pemohon perkara Nomor 13/PUU-XI/2013 pada Kamis (21/3). Permohonan ini dimohonkan oleh Bahrullah Akbar, Anggota BPK yang diangkat berdasarkan pergantian antarwaktu.
“Norma (Pasal 22 ayat (1)) tersebut bila dikaitkan dengan norma yang mengatur tentang mekanisme pengisian jabatan anggota BPK dalam Undang-Undang BPK itu sendiri mengalami adanya konflik atau pertentangan norma sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang BPK,” urai Yusril di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki.
Yusril berpendapat ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mengisi kekosongan atau kekurangan dari komposisi keanggotaan BPK yang berjumlah 9 orang sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UU BPK. Oleh karena itu, lanjut Yusril, norma tersebut memang harus ada, tetapi dengan tidak mencantumkan frasa “pengangkatan pergantian antarwaktu”. Menurut Yusril, Pasal 22 ayat (1) UU BPK seharusnya berbunyi, “Apabila anggota BPK diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 diadakan pergantian anggota BPK sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dan diresmikan dengan keputusan presiden”. “Tanpa adanya kata-kata istilah pergantian atau pengangkatan antarwaktu,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra yang juga menjadi Ahli Pemohon mengungkapkan MK beberapa kali memutus terkait aturan penggantian antarwaktu, misalnya untuk komisioner KPK. Dalam putusan tersebut, proses penggantian antarwaktu yang dilakukan sama dan sebangun dengan anggota yang bukan pengganti antarwaktu. “Anggota penggantian antarwaktu hanya posisi melanjutkan masa jabatan tersisa adalah pengaturan yang inkonstitusional,” tuturnya.
Selain itu, Saldi menjelaskan UU BPK mengandung contradictio interminis (bertentangan antarpasal dalam sebuah UU). Pasal 5 UU BPK Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 menyatakan masa jabatan anggota BPK adalah 5 tahun. “Akan tetapi di sisi lain dengan anggota pengganti yang dipersyaratkan untuk memulai proses seleksi sebagaimana yang dilakukan untuk calon bukan pengganti, anggota pengganti hanya melanjutkan sisa masa jabatan yang digantikannya,” jelasnya.
Berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh para ahli Pemohon, Pemerintah dan DPR memiliki pendapat yang berseberangan. Menurut DPR yang diwakili oleh Muhammad Nurdin, yang dimaksud dengan konsep penggantian antarwaktu dalam Pasal 22 ayat (1) UU BPK adalah penggantian yang didasarkan adanya pemberhentian dengan hormat ataupun dengan tidak hormat terhadap Anggota BPK, sehingga masa jabatan Anggota BPK yang terpilih untuk menggantikan sifatnya hanya untuk mengisi kevakuman jabatan Anggota BPK yang berhenti tersebut. Penggantian antarwaktu ini, lanjut Nurdin, diperlukan karena hubungan kerja antarsembilan orang Anggota BPK bersifat kolektif dan keputusan yang diambil harus secara bersama-sama, kolektif. “Sehingga, pemilihan anggota antarwaktu ini dapat memberikan kepastian hukum sampai dengan jabatan Anggota BPK yang baru,” urainya.
Masalah implementasi
Sedangkan Pemerintah yang diwakili Ditjen Litigasi Kemenhukham Mualimin Abdi menyatakan sebetulnya UU BPK terkait dengan masalah tatanan implementasi yang memang sepenuhnya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, dalam hal ini Presiden bersama DPR. “Presiden bersama DPR yang berhak mengaturnya, apakah terhadap anggota BPK itu penggantian antarwaktunya, apakah mengantikan sisa masa jabatan atau sesuai dengan jabatan yang diembannya,” ungkapnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mengungkapkan bahwa Pemohon merasa hak konstitusionalnya yang dijamin oleh UUD 1945 terlanggar dengan berlakunya Pasal 22 ayat (1) dan ayat (4) UU BPK. Pemohon sebelum memangku jabatan sebagai anggota BPK pengganti antar waktu, bekerja di BPK dan Kementerian Dalam Negeri selama 28 tahun. Pemohon yang dipilih DPR sebagai anggota BPK menggantikan Tengku Muhammad Nurlif hanya melanjutkan sisa masa jabatan Tengku Muhammad Nurlif sampai dengan tahun 2014 bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan 6 (enam) anggota BPK lainnya. (Lulu Anjarsari/mh)