Keinginan mewujudkan pemerintahan yang demokratis dengan mekanisme checks and balances, setara dan seimbang antara cabang-cabang kekuasaan negara, terwujudnya supremasi hukum dan keadilan, serta menjamin, melindungi, dan terpenuhinya hak asasi manusia, telah tertata dengan cukup baik dalam UUD 1945 hasil amandemen yang dilakukan sejak 1999-2002.
“Mekanisme checks and balances bertujuan mewujudkan pemerintahan yang demokratis. Checks and balances adalah saling mengontrol, menjaga keseimbangan antara lembaga-lembaga negara atau yang biasa kita sebut dengan cabang-cabang kekuasaan negara,” ujar Hakim Konstitusi H.M. Akil Mochtar kepada para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Yos Sudarso Surabaya, Jumat (30/11) siang di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dikatakan Akil lagi, amandemen UUD 1945 tidak terlepas dari kelemahan UUD 1945 sebelum amandemen, karena dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dalam praktik ketatanegaraan. Hal itu disebabkan penerapan sistem pembagian kekuasaan (distribution of power) tidak dilakukan secara benar.
Akil juga menjelaskan alasan digunakan mekanisme checks and balances pada sistem pemerintahan yang demokratis mekanisme.
“Kenapa sistem pemerintahan yang demokratis menggunakan mekanisme checks and balances. Karena bangsa Indonesia secara tegas sudah menyatakan bahwa Indonesia adalah negara demokratis yang berdasarkan atas hukum,” ucap Akil.
Dijelaskan Akil pula, Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD.”
“Kedaulatan itu tetap punya rakyat, kemudian rakyat memberikan kedaulatan itu kepada wakil-wakilnya, bisa melalui pemilu. Selanjutnya para wakil itulah menjalankan kekuasaan pemerintahan berdasarkan hukum, di antaranya UUD sebagai hukum tertinggi. Dengan UUD itulah kekuasaan memperoleh legitimasi,” imbuh Akil.
Lebih lanjut Akil memaparkan empat hal yang melatarbelakangi pembentukan Mahkamah Konstitusi di berbagai negara. Hal pertama, sebagai implikasi dari paham konstitualisme. Paham konstitualisme memiliki 2 esensi: sebagai konsep negara hukum bahwa kewibawaan hukum secara universal mengatasi kekuasaan negara, serta kebebasan warga negara dijamin oleh konstitusi dan kekuasaan negara pun dibatasi oleh konstitusi.
“Hal kedua, sebagai mekanisme checks and balances atas separation of power. Pelaksanaan prinsip checks and balances diperlukan untuk menjaga agar tidak terjadi overlapping antara kewenangan yang ada. Dengan mendasarkan pada prinsip negara hukum, maka sistem kontrol yang relevan adalah sistem kontrol judisial,” jelas Akil.
Hal ketiga, Mahkamah Konstitusi dibentuk demi penyelenggaraan negara yang bersih (clean government). Sedangkan hal keempat, Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia, sebagai salah satu cabang kekuasaan negara yang bertugas menjaga penyelenggaraan negara tetap berpijak pada prinsip demokratis, menghormati serta melindungi hak asasi manusia. (Nano Tresna Arfana/mh)