Sidang lanjutan pengujian UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum terhadap UUD 1945 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (18/10). Perkara dengan Nomor 88/PUU-X/2012 ini dimohonkan oleh Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI), yang diwakili oleh Dominggus Maurits Luitnan, Suhardi Somomoelyono, Abdurahman Tardjo, TB. Mansyur Abubakar, Malkam Bouw, Paulus Pase, L. A. Lada, Metiawati, A. Yetty Lentari, serta Shinta Marghiyana.
Dalam sidang terakhir tersebut, beragendakan mendengar keterangan saksi dan ahli baik dari Pemohon maupun Pihak Terkait. Pihak Terkait dari STIKUBANG mengajukan Saksi dan Ahli terkait pengujian UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum terhadap UUD 1945, yakni Fajar Ramadhan sebagai saksi serta Nandang Sutrisna sebagai ahli. Dalam keterangannya, Nandang Sutrisna mengungkapkan mahasiswa fakultas hukum tidak hanya belajar melalui buku dan teori. Dijelaskan Nandang, sebagai contoh UII memiliki mata kuliah yuridis klinis yang mengharuskan setiap mahasiswa terlibat dalam kasus hukum yang dialami masyarakat terutama yang berekonomi lemah. “Pendidikan yuridis klinis didasarkan pada pengajaran yang reflektif dan nilai-nilai pelayanan hukum. Mahasiswa tidak belajar hanya dari buku, tapi terlibat langsung dalam kasus-kasus hukum yang dialami masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Fajar Ramadhan selaku Saksi dari Pihak Terkait, mengungkapkan dirinya merupakan bagian dari LBH Pengayoman Unpar yang dibentuk pada 1968 untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi. LBH Pengayoman Unpar ini, lanjut Fajar, diayomi oleh dosen yang memiliki izin advokat dibantu staf dan relawan yang merupakan mahasiswa aktif. “Kegiatan LBH memberikan bantuan hukum non-litigasi maupun litigasi. Memberikan bantuan ataupun konsultasi hukum, biasanya mahasiswa yang melayani. Selain memberikan bantuan, LBH ini juga memberikan bantuan hukum dikhususkan secara finansial dan struktural. Tidak mendapat bayaran karena dibiayai oleh universitas,” paparnya.
Serupa dengan yang diungkapkan oleh saksi dari Pihak Terkait lainnya, Direktur LBH LAKSI Halim Sinulingga mengungkapkan LBH yang diketuai olehnya telah menjalin kerja sama dengan pihak Polres Metro Kabupaten Bekasi. “LBH LAKSI menandatangani MoU dengan Polres Kabupaten Bekasi. Kami membantu para pencari keadilan terutama dari golongan ekonomi lemah. Selama kami menjalani profesi kami, kami tidak menerima apapun dari Polres maupun Kejaksaan Bekasi,” ujarnya.
Pemohon dalam pokok permohonannya mendalilkan merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 1 ayat (1), (3), (5), dan (6), Pasal 4 ayat (1) dan (3), Pasal 6 ayat (2) dan (3) huruf a, b, c, d, e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, ayat 2 huruf a, b, c, d dan ayat (4), Pasal 8 ayat (1) dan (2), Pasal 9 huruf a, b, c, d, e, f, g, Pasal 10 huruf a dan c, Pasal 11, Pasal 15 ayat (5), Pasal 22 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum terhadap UUD 1945. Menurut Pemohon, rumusan dalam pasal-pasal ini mengenai bantuan hukum dan pemberi bantuan hukum tersebut menimbulkan multitafsir dan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaanya, dan hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena bertentangan dengan Pasal 24 ayat (3), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), serta Pasal 28J ayat (2) 1945. (Lulu Anjarsari/mh)