Di hadapan ratusan ulama se-Indonesia, Wakil Ketua MK Achmad Sodiki menjelaskan sudut pandang konstitusi dalam pengelolaan kekayaan negara. Sodiki menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran yang cukup jelas makna Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunaan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Makna dikuasai oleh negara adalah negara berhak untuk mengatur, melaksanakan, memelihara dan mengawasi. “Tafsir Mahkamah demikian sesuai dengan Konstitusi yang seharusnya dijabarkan lebih lanjut oleh ketentuan di bawah undang-undang”, ungkap Guru Besar Universitas Brawijaya Malang ini.
Acara tersebut digelar oleh Majelis Ulama Indonesia dalam rangka Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang berlangsung pada Sabtu,(30/7/2012) di Pondok Pesantren Cipasung, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Tema yang diangkat adalah Meningkatkan Perkhidmatan Ulama dalam Mengatasi Masalah Bangsa. Ijtima’ Ulama dihadiri oleh kurang lebih 750 peserta dari Pimpinan MUI Pusat, pimpinan MUI Provinsi seluruh Indonesia, perguruan tinggi Islam se-Indonesia, ormas Islam tingkat pusat, pimpinan pondok pesantren, pemuka Islam, cendekiawan, instansi terkait serta utusan negara-negara sahabat. Ijtima’ Ulama fokus pada masalah kebangsaan dan kenegaraan yang dirumuskan dalam fatwa dan akan disampaikan ke tingkat legislatif dan eksekutif.
Tafsir Konstitusi atas Penguasaan Negara
Lebih lanjut Wakil Ketua MK mempaparkan beberapa putusan MK diantaranya Putusan No. 21-22/PUU-V/2007 tentang Kekuasaan Negara dalam Kegiatan Penanaman Modal, Putusan No.002/PUU-I/2003 tentang Privatisasi Minyak dan Gas Bumi, Putusan Nomor 27/PUU-IX/2011 tentang Outsourcing, Putusan Nomor 3/PUU-VIII/2010 tentang Hak Pengelolaan Pesisir Pantai dan Putusan Nomor 55/PUU-VIII/2010 tentang Perkebunan. Putusan-putusan Mahkamah menjelaskan bahwa makna “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud.
“Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” tegas mantan Rektor Universitas Islam Malang ini.
Hadir juga sebagai narasumber Fajrul Falaakh yang juga mengupas soal good governance dalam manajemen kekayaan negara. Fajrul menjelaskan bahwa negara dirugikan dengan jangka waktu kontrak karya pertambangan yang bisa mencapai 90 tahun. “Negara tak boleh semaunya memberikan perizinan kepada swasta apalagi swasta asing dalam pengelolaan kekayaan negara”, ungkap Anggota Komisi Hukum Nasional ini. (MMA/mh)