Masing-masing kuasa hukum Pemohon dalam Perkara No. 51/PUU-X/2012 dan Perkara No. 52/PUU-X/2012 menyatakan telah melakukan beberapa perbaikan dalam permohonannya. “Kami sudah melakukan beberapa perubahan sesuai dengan masukan yang disampaikan oleh Majelis Hakim,” ujar Veri Junaidi, kuasa hukum Perkara No. 51 dalam sidang Perbaikan Permohonan Kamis, (28/6) di ruang sidang MK.
Menurut Veri, setidaknya pihaknya telah melakukan perbaikan pada beberapa hal. Pertama, perihal permohonan. Kedua, pencantuman kuasa hukum. Dan ketiga, terkait dengan batu uji. “Serta petitum atas permohonan kami,” katanya.
Dalam permohonannya, Veri mengungkapkan bahwa pihaknya mengajukan pengujian terhadap Pasal 208 sepanjang frasa “secara nasional” dan Penjelasan Pasal 208 sepanjang frasa “’jumlah suara sah secara nasional’ adalah hasil penghitungan untuk suara DPR” sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
“Frasa dari pasal a quo sangat mengganggu aktivitas para Pemohon yang selama ini concern dengan isu demokrasi di Indonesia sehingga telah merugikan hak-hak Pemohon yang berperan secara kelembagaan ingin mewujudkan pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil serta tercapainya hak pemilih melalui pemilu,” papar Veri. Untuk diketahui, Pemohon dalam perkara ini antara lain ialah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) serta Yayasan Soegeng Sarjadi.
Terkait batu uji, Veri mengungkapkan bahwa pihaknya menguji ketentuan tersebut dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan dalam petitumnya, pihaknya meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan bahwa Pasal 208 sepanjang frasa “suara nasional”, adalah inkonstitusional sepanjang tidak dibaca, partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% dari jumlah suara sah secara bertingkat di tingkat nasional provinsi dan kabupaten/kota untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Sedangkan kuasa hukum Pemohon Perkara No. 52, Jamaludin Karim, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menguraikan argumentasi terkait keterkaitan antara open legal policy pembuat UU dengan hak asasi yang termuat dalam Pasal 28 UUD 1945. “Menguraikan secara rasional dan proporsional untuk memperkuat permohonan,” ucapnya. Dalam permohonannya, selain menguji Pasal 208, Pemohon dalam perkara ini juga menguji Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
Selain itu, Jamaludin meminta kepada Mahkamah untuk memprioritaskan perkara yang sedang diajukannya. “Karena, menurut informasi, KPU sudah menjadwalkan tentang verifikasi terhadap partai politik,” katanya beralasan.
Terhadap hal itu, Ketua Panel Hakim Konstitusi Harjono memberikan tanggapannya. Menurutnya, masalah prioritas waktu akan dilihat sesuai situasi dan kondisi persidangan. “Lihat perkembangan, cepat tidaknya kita lihat di sana (baca: sidang, pen),” tegasnya. (Dodi/mh).