Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak permohonan PHPU Kabupaten Buleleng 2012 untuk seluruhnya - Perkara No. 35/PHPU. D-X/2012 - pada sidang pembacaan putusan yang berlangsung Senin (28/5) sore di Ruang Sidang Pleno MK.
“Amar putusan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian dibacakan Ketua Pleno Achmad Sodiki didampingi para hakim konstitusi lainnya.
Mahkamah berpendapat, terhadap permohonan Pemohon tersebut, Termohon dan Pihak Terkait dalam keterangan tertulisnya mengajukan eksepsi yang pada pokoknya menyatakan objek permohonan salah (error in objecto), permohonan bukan termasuk kewenangan Mahkamah dan permohonan Pemohon kabur (obscuur libel).
Terhadap eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa yang menjadi objek perselisihan Pemilukada adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon yang mempengaruhi penentuan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada atau terpilihnya pasangan calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga objek utama permohonan a quo sudah tepat yaitu Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Buleleng Tahun 2012 oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Buleleng tanggal 26 April 2012.
“Oleh karena itu, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait yang menyatakan objek permohonan salah (error in objecto) adalah tidak beralasan hukum,” tegas Majelis Hakim.
Sebagaimana putusan-putusan Mahkamah sebelumnya mengenai objek permohonan, Mahkamah memutus tidak hanya berkait dengan penghitungan suara namun juga proses yang mempengaruhi perolehan suara. Oleh karena itu, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait yang menyatakan objek permohonan bukan termasuk kewenangan Mahkamah adalah tidak beralasan menurut hukum.
Kemudian mengenai eksepsi tentang permohonan Pemohon kabur, menurut Mahkamah, eksepsi tersebut sudah termasuk ranah pokok permohonan sehingga akan dipertimbangkan bersama-sama pokok permohonan. Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tidak beralasan menurut hukum.
Menimbang bahwa karena eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tidak beralasan hukum, maka Mahkamah selanjutnya mempertimbangkan pokok permohonan, antara lain menimbang bahwa oleh karena materi permohonan Pemohon tidak terkait dengan kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon sebagaimana ditentukan Pasal 6 ayat (2) huruf b PMK 15/2008, Mahkamah hanya akan menilai dan mempertimbangkan dalil-dalil permohonan Pemohon terkait dengan pelanggaran Pemilukada yang menurut Pemohon bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi hasil perolehan suara.
Selanjutnya, tentang dalil Pemohon yang menyatakan Putu Agus Suradnyana telah melakukan pernikahan yang tidak sah dengan istri kedua yang bernama Ni Luh Rina Yuliastari, menurut Mahkamah, hal tersebut bukan merupakan kewenangan Mahkamah, dan lagi pula bukti dan saksi yang diajukan oleh Pemohon tidak membuktikan bahwa pernikahan tersebut tidak sah dan Putu Agus Suradnyana telah bertindak tidak jujur.
Fakta yang terungkap dalam persidangan justru membuktikan bahwa pernikahan tersebut dilakukan secara adat dengan persetujuan dari istri pertama Putu Agus Suradnyana dan telah tercatat secara adat di Desa Pakraman Banyuatis. Hal tersebut berkesesuaian dengan keterangan saksi I Gede Luwur, Komang Arius Suyasa, I Nyoman Redes yang menerangkan bahwa pernikahan antara Putu Agus Suradnyana dan Ni Luh Rina Yuliastari dilaksanakan secara adat pada 15 Agustus 2007 dengan persetujuan dari istri pertama Putu Agus Suradnyana.
Selain itu, setelah Mahkamah mencermati formulir Riwayat Hidup Putu Agus Suradnyana, istri kedua Putu Agus Suradnyana telah ada dan tercantum dalam riwayat hidup tersebut. Dengan demikian dalil Pemohon yang menyatakan Putu Agus Suradnyana telah bertindak tidak jujur, tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum. (Nano Tresna Arfana/mh)