Hakim Konstitusi Anwar Usman, Selasa (15/5) pagi, menerima kunjungan para mahasiwa dari Fakultas Hukum Universitas Riau di Ruang Korpers Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan tersebut, Anwar menjelaskan sejarah berdirinya MK hingga pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan ketika MK menjatuhkan putusan sesuai dengan maksud dan tujuan mereka datang.
Di hadapan para mahasiswa yang berjumlah 30-an itu, Anwar mulai menjelaskan bahwa sesungguhnya tanpa perjuangan para mahasiswa pada 1998, mungkin lembaga-lembaga baru yang ada sekarang ini termasuk Mahkamah Konstitusi tidak akan ada. “Walaupn kita pernah tahu dan belajar terhadap negara yang pertama kali mendirikan Mahkamah Konstitusi adalah negara Austria dengan tokohnya Hans Kelsen,” ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, dari gagasan Hans Kelsen dan dibuktikan dengan mendirikan MK yang pertama di dunia tersebut yang mempunyai tujuan besar bahwa supaya ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi bisa dijamin pelaksanaannya. Pasalnya, diperlukan orang untuk menguji ketentuan produk hukum yang bertentangan dengan konstitusi. “Ini tugas pokok dari Mahkamah Konstitusi sesuai gagasan Hans Kelsen,” katanya.
Namun demikian, sambung Anwar, ketika Republik Indonesia berdiri sebenarnya gagasan tersebut sudah tercemin oleh Muhammad Yamin dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan. Dahulu, Yamin mengusulkan perlu ada wewenang untuk membanding sebuah undang-undang. Namun oleh ahli hukum yang lain kala itu, lanjutnya, Supomo tidak setuju dengan gagasan tersebut, karena gagasan tersebut tidak sesuai dengan trias politica yakni pemisahan secara tegas mengenai keberadan legislatif, eksekutif, yudikatif.
Kemudian yang lebih penting dalam proses perdebatan tersebut, kata Anwar, saat itu belum banyak sarjana hukum mempunyai pengalaman. “Sehingga gagasan Muhammad Yamin tidak terlaksana ketika Undang-Undang Dasar 1945 disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945,” jelas Anwar menceritakan peristiwa tersebut.
Oleh karenanya, dengan dukungan mahasiwa saat itu, Anwar melanjutkan, reformasi dapat dilakukan, dan selanjutnya terjadilah perubahan UUD 1945 setelah reformasi yang menuntut perubahan di berbagai bidang. Dasar pemikiran perubahan UUD 1945, menurut Anwar, diantaranya adalah kekuasaan tertinggi ditangan Majelis Purmusyawaratan Rakyat, dan kekuasaan yang sangat besar pula yang dimiliki oleh Presiden. Sementara banyak sejumlah pasal-pasal yang mutitafsir. Semisal, Pasal 24 UUD sebelum amandemen mengenai kekuasaan kehakiman.
“Di penjelasan disebut kekuasaan (kehakiman) yang merdeka, tetapi ketika diimplimentasikan di lapangan, Presiden diberi kewenangan untuk ikut campur, bahkan menghentikan persoalan yang sedang sidang, Presiden mempunyai kewenangan,” urai Anwar. “Ini termasuk juga akibat dari kekuasaan yang sangat besar terhadap Presiden,” tambahnya.
Pada kesempatan sama, Anwar juga menjelaskan kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh MK berdasarkan UUD 1945. Menurutnya, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Sementara itu, lembaga tersebut juga mempunyai kewenangan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Kemudian, Memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, menurut Anwar juga menjadi kewengan dari MK. Dan untuk yang terakhir, MK juga mempunyai satu kewajiban yakni wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Kemudian ada seorang mahasiswa yang menanyakan tentang pertimbangan yang diambil oleh MK dalam memutuskan sebuah perkara termasuk Pemilukada. Dalam pertimbangannya, kata Anwar, Mahkamah dalam perkara Pemilukada mempertimbangkan sebuah pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif. “Itu dijadikan alasan untuk mempertimbangkan permohonan Pemohon untuk dikabulkan,” jelas Hakim Konstitusi itu. (Shohibul Umam/mh)