Pemerintah: UU Akuntan Publik Berikan Kepastian Hukum
Kamis, 02 Februari 2012
| 21:06 WIB
Pentingnya peran akuntan publik, menyebabkan pembuat undang-undang merasa perlu memberikan sanksi administrasi, tetapi juga sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Hal ini disampaikan oleh perwakilan Pemerintah dalam pengujian UU No. 5/2011 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (2/2). Perkara yang teregistrasi dengan No. 84/PUU-IX/2011 ini dimohonkan oleh M. Achsin, Anton Silalahi, Yanuar Maulana, Rahmat Zuhdi dan M. Zainudin selaku Akuntan Publik.
“Pentingnya peran akuntan publik membuat pembuat UU merasa perlu untuk tidak hanya memberikan sanksi administrasi, tetapi juga sanksi pidana dalam UU Akuntan Publik bagi akuntan publik yang tidak berkompeten. Oleh karena itu, alasan Pemohon sangat tidak beralasaan. Meskipun ada ancaman pidana, namun sanksi tersebut tidak serta-merta dapat diterapkan begitu,” urai perwakilan Pemerintah di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki.
Selain itu, Pemerintah menilai dalil pemohon terlalu mengada-ada. UU Akuntan Publik memberi ruang yang luas bagi akuntan publik untuk membuat self regulating system. “Akan tetapi, self regulating system tersebut justru belum melindungi masyarakat. Maka jika permohonan Pemohon dikabulkan, akan merugikan pemegang saham, pemerintah, pelaku, bursa dan juga masyarakat. Ketentuan a quo telah mewujudkan kepastian hukum dan memberikan jaminan hukum kepada masyarakat,” jelasnya dalam sidang yang mengagendakan mendengar keterangan Pemerintah dan DPR.
Sementara itu, mengenai kedudukan hukum Pemohon (legal standing), Pemerintah menilai Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Hal tersebut karena Pemerintah menilai tidak ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon. “Pemohon mendalilkan kerugian konstitusional karena adanya kekhawatiran kesalahan penafisran pada penegak hukum. Hal ini tidak berkaitan dengan konstitusionalitas norma,” paparnya.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan Pasal 55 dan 56 UU Akuntan Publik bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasal 55 huruf a UU a quo yang memuat frasa “manipulasi” sulit dipahami karena perbuatan manipulasi tidak dikenal dalam rumusan dasar KUHP sebagai ketentuan pokok dalam hukum pidana. Rumusan yang diatur dalam KUHP adalah pemalsuan surat. Selain itu, Pasal 55 huruf b UU Akuntan Publik bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, karena Pasal tersebut telah menciptakan rasa tidak aman atau ketakutan yang amat sangat sehingga Para Pemohon tidak merasa tidak bebas menjalankan profesinya untuk berbuat atau tidak berbuat. (Lulu Anjarsari/mh)