Syarat pengunduran diri anggota Komisi Pemilihan Umum dalam UU No. 15 Tahun 2011 telah dinyatakan tidak mengikat oleh Mahkamah Konstitusi. “Frasa ‘... dengan alasan yang dapat diterima’ dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan Penjelasannya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, dalam sidang pembacaan putusan perkara No. 80/PUU-IX/2011, Rabu (4/1) sore, di Ruang Sidang Pleno MK.
Pasal 27 ayat (1) huruf b UU Penyelenggara Pemilu tersebut berbunyi, “Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena: … b. mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima.”
Sedangkan dalam penjelasannya menyatakan, “Yang dimaksud ‘mengundurkan diri’ adalah mengundurkan diri karena alasan kesehatan dan/atau karena terganggu fisik dan/atau jiwanya untuk menjalankan kewajibannya sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.”
Menurut Mahkamah, setidaknya pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Yang pada intinya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. “Hal itu berarti bahwa perlakuan berbeda dalam hal pengunduran diri bertentangan dengan UUD 1945,” papar Mahkamah.
Sebelumnya, menurut Pemohon, Tugiman, seorang Pegawai Negeri Sipil yang juga menjabat sebagai salah satu anggota KPU Bogor, ketentuan tersebut sangat merugikan hak-hak konstitusionalnya. Karena, dengan persyaratan seperti itu maka pengunduran dirinya hanya dapat diterima jika dirinya dalam keadaan sakit, terganggu fisik dan/atau jiwanya terlebih dahulu. Padahal, pengunduran tersebut merupakan hak konstitusionalnya.
Dalam konteks tersebut, menurut Mahkamah, anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengikatkan diri dalam pekerjaan yang bersifat pilihan bebas walaupun memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan Pemilu selama masa jabatannya.
Selain itu, MK juga mengabulkan permohonan Pemohon dalam uji Pasal 27 ayat (3) UU Penyelenggara Pemilu. Pasal ini menyebutkan, “Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan diberhentikan dengan tidak hormat diwajibkan mengembalikan uang kehormatan sebanyak 2 (dua) kali lipat dari yang diterima.”
“Tetapi kedudukan anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota tersebut tidak sama dengan posisi seseorang yang terikat dalam ikatan dinas yang harus menyelesaikan masa dinas yang telah diperjanjikan sampai akhir masa ikatan dinasnya dengan konsekuensi, antara lain, membayar ganti kerugian sesuai dengan perjanjian apabila mengundurkan diri sebelum berakhirnya masa ikatan dinas tanpa alasan yang dapat diterima,” tulis Mahkamah dalam putusannya.
Mahkamah berpendapat, tidak ada kemungkinan untuk ditolaknya permohonan pengunduran diri. “Dalil Pemohon tentang pengujian konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU 15/2011 sudah tidak dapat dipertahankan sehingga tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Oleh karena itu, permohonan Pemohon sepanjang menyangkut Pasal 27 ayat (3) UU 15/2011 beralasan hukum,” ungkap Mahkamah.
“Bahwa mengenai kekhawatiran jika sekiranya suatu waktu anggota-anggota KPU atau KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota secara serempak seluruhnya mengundurkan diri sehingga terjadi kekosongan atau kevakuman, pertama-tama harus dikemukakan bahwa pengunduran diri seseorang untuk memilih pekerjaan lain, adalah salah satu kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945, sehingga tidak boleh dihalangi oleh suatu ketentuan di bawah UUD,” sambung Mahkamah.
Selain itu, Mahkamah menegaskan, pembentuk UU juga telah menyiapkan antisipasi yang bersifat sementara/darurat manakala KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota tidak dapat menjalankan tugasnya, antara lain jika seluruhnya mengundurkan diri, yakni dengan adanya ketentuan dalam Pasal 127 UU Penyelenggara Pemilu. (Dodi/mh)