Mahkamah Konstitusi (MK) membuka sidang Perkara No. 68/PUU-IX/2011 dalam Pengujian Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, untuk mendengarkan keterangan Ahli dari para Pemohon, Selasa (13/12), Pukul 14.00 WIB. Sebelum sidang dibuka, Mahkamah mendapatkan surat dari para Pemohon yang isinya Ahli yang dihadirkan oleh para Pemohon tidak bersedia hadir dalam persidangan tersebut.
“Ahli yang sudah disiapkan yaitu A.S Natabaya yang sebelumnya bersedia memberikan keterangan terkait dengan perkara tersebut, karena ada alasan kegiatan lain, beliau membatalkan ketersediaannya. Oleh karena itu, demi efisiensi waktu, dimohon oleh para Pemohon untuk ditiadakan saja,” ucap pimpinan Sidang Pleno Moh. Mahfud MD saat membacakan surat dari para Pemohon.
Dalam surat tersebut, Mahfud melanjutkan, para Pemohon juga mengusulkan kepada Mahkamah untuk langsung melaksanakan sidang pengucapan putusan hakim Mahkamah Konstitusi. ”Sedangkan, untuk Jadwal sidang kami usulkan pada hari Selasa, tanggal dan bulan berapa? kami persilakan kepada Mahkamah untuk menentukan,” tulis surat para Pemohon itu.
Setelah dirasa semuanya sudah selesai, Mahkamah pada sidang berikutnya akan memilih hari Selasa, untuk tanggal dan bulannya nanti akan ditentukan. ”Tetapi sebelum itu, kami menunggu penyerahan kesimpulan terlebih duhulu, selambat-lambatnya hari Selasa, 27 Desember. Dan kesimpulan itu, untuk mempertajam alasan-alasan petitum bagi Pemohon. Sedangkan Pemerintah bisa mempertajam untuk penolakan atau untuk apapun,” tutur Pimpinan sidang itu.
Sementara itu, sebelumnya para Pemohon yaitu Bambang Supriyanto, Max Boli Sabon, Eddie I. Doloksaribu, Ari Lazuardi Pratama, Andriko Sugianto Otang, dan Muhammad Anshori telah mendalilkan bahwa Pasal 15 Ayat (2) huruf b UU MK bertentangan dengan UUD 1945, terutama Pasal 28C Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 28H ayat 1. Pasal tersebut mensyaratkan calon hakim konstitusi berijazah doktor dan magister dengan dasar sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.
Oleh karena itu, menurut para Pemohon, Pasal 15 Ayat (2), huruf b Undang-Undang MK tidak mendukung untuk dapat diperolehnya sebagai hakim konstitusi yang mempunyai bobot dan kualitas sebagai “pengawal konstitusi” yang handal, tidak mendukung untuk dapat diperolehnya hakim konstitusi yang mempunyai bobot dan kualitas sebagai “pengawal konstitusi” yang andal,” dalil Pemohon. (Shohibul Umam/mh)