Andi Muhammad Asrun, Dorel Amir, dan Merlina, Pemohon uji Undang-Undang Kepolisian mencabut permohonannya. Demikian dinyatakan oleh Dorel Amir, Kamis (3/11) siang, di ruang sidang Pleno MK. Pada sidang itu Andi M. Asrun tidak hadir. Perkara ini teregistrasi dengan nomor perkara 62/PUU-IX/2011.
Alasannya, kata Dorel, pihaknya tidak dapat menemukan saksi-saksi fakta serta ahli yang dapat dihadirkan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. “Dengan berat hati kami mencabut permohonan a quo,” tuturnya.
Menurut Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, pencabutan permohonan tersebut merupakan hak dari Pemohon. Sehingga, nantinya Mahkamah akan mengabulkan permohonan Pemohon tersebut melalui penerbitan surat resmi yang akan dibacakan pada sidang berikutnya. “Para pihak akan dipanggil kembali,” katanya.
Pencabutan permohonan tersebut akhirnya mendapat reaksi yang berbeda-beda dari para pihak yang telah hadir. Tidak main-main, para pihak dan ahli yang hadir pada persidangan kali ini adalah tokoh-tokoh penting di negeri ini. “Bintang-bintang besar yang hadir,” ungkap Mahfud.
Diantaranya hadir dalam persidangan, dari Pemerintah ada Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, dari Dewan Perwakilan Rakyat: Fachri Hamzah, Syarifudin Suding, Adang Dorojatun, Achmad Yani dan Nudirman Munir. Sedangkan dari Pihak Terkait hadir Kepala Kepolisian RI Timur Pradopo, Ketua Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia (ISPPI) Farouk Muhammad, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), dan Ifdhal Kasim.
Denny Indrayana mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan atas pencabutan permohonan tersebut. Menurutnya, Pemerintah sudah sangat serius untuk menanggapi permohonan Pemohon. “Kami sangat menyayangkan,” katanya. Sedangkan Ahmad Yani mengungkapkan, “tidak ada yang perlu dikecewakan. Kami menghargai,” tuturnya.
Selain itu, tampak juga 16 ahli yang telah dihadirkan oleh Kepolisian. Mereka terdiri dari beberapa guru besar dan ahli-ahli hukum dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Diantaranya: Yusril Ihza Mahendra, H.A.S. Natabaya, Philipus M. Hadjon, Laica marzuki, dan Irman Putra Sidin.
Sebelumnya, Pemohon mengungkapkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memuat ketentuan bahwa Polri berada di bawah Presiden dinilai bertentangan dengan UUD 1945, karena dalam UUD 1945 tidak ada dasar hukum atau ketentuan yang mengatur bahwa Polri berada di bawah presiden.
Pasal 11 Ayat 1 UU 2/2002 menyebutkan “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR”. Sedangkan Pasal 8 Ayat 1 UU No 2/2002 menyebutkan bahwa Polri berada di bawah Presiden. Ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945, ujar Pemohon, karena tidak ada satu pun pasal dalam UUD 1945 yang memberikan dasar hukum bahwa Polri berada di bawah Presiden secara langsung. (Dodi/mh)