Jakarta, MK Online - Persetujuhan tertulis dari Presiden dalam memberikan izin terhadap penyelidikan dan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diduga melakukan tindak pidana, telah sesuai dengan kedudukan Presiden dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”
Demikian disampaikan oleh Pihak Pemerintah yang diwakili Kepala Biro Hukum, Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fahrullah, dalam menanggapi dalil para Pemohon yakni Windu Wijaya dan Anwar Sadat, dalam Perkara Nomor 50/PUU-IX/2011, di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Selasa (11/10).
Menurut Zudan, dalil para Pemohon bahwa Pasal 36 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahn Daerah (Pemda) bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 adalah tidak benar karena Presiden, sesuai dengan Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945, tidak bisa dilepaskan terhadap bagaimana Presiden mendesentralisasikan urusan pemerintahannya kepada Kepala Daerah.
”Sehingga dalam konteks itu akan ada pemeriksaan pejabat yang melakukan disentralisasi, dan Presiden harus mengetahui dan memberikan dalam bentuk izin dari Presiden. Dan, Pasal 36 Ayat (1) UU Pemda dimaksud juga untuk memberikan kepastian hukum bahwa setiap ada tindakan penyelidikan dan penyidikan harus diketahui oleh Presiden, supaya bisa dipastikan oleh Presiden jalan pemerintahan di daerah tidak terganggu,” urai Zudan.
Sementara itu, terkait ketentuan Pasal 36 Ayat (1) dan (2) UU Pemda, Kata Zudan, juga sudah menjelaskan bahwa pasal tersebut tidaklah diskriminatif seperti anggapan para Pemohon. Karena menurutnya, diskriminasi terlahir ketika bertentangan dengan prinsip perbedaan dan prinsip persamaan. ”Diskriminasi akan lahir apabila peraturan UU memberlakukan hal yang perbeda terhadap sesuatu yang sama, dan memberlakukan hal yang sama terhadap sesuatu yang berbeda,” terangnya.
Lebih lanjut Zudan mengatakan bahwa pasal tersebut telah sejalan dengan amanat konstitusi, dan karenanya tidak bertentangan dengan amanat UUD 1945. ”Dan, yang paling penting lagi, ketentuan dalam pasal tersebut tidak bertentangan dengan hak dan kewenangan konsitusional Pemohon,” ucap Zudan saat membacakan keterangan dari pihak Pemerintah.
Selain menanggapi dalil para Pemohon, Pemerintah juga menanyakan legal standing dari para Pemohon. Menurut Pemerintah, Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional dengan berlakunya UU tersebut. ”Pemerintah meminta agar kiranya Pemohon bisa membuktikan terlebih dahulu kerugian hak atau kewenangan konstitusionalnya,” ucap Zudan.
Menanggapi permintaan Pemohon untuk menghadirkan Ahli dalam sidang berikutnya, Pimpinan Sidang Pleno Moh. Mahfud MD mempersilahkan sembari menyampaikan bahwa persidangan akan dibuka lagi pada hari Selasa 25 Oktober 2011, Pukul jam 11.00 WIB. ”Jadi, kami memberi waktu pada tanggal 20 untuk mengajukan Saksi/Ahli, bilamana nama tersebut tidak masuk di Kepaniteraan, berarti dianggap tidak mengajukan Saksi/Ahli,” jelas Mahfud MD. (Shohibul Umam/mh)