Jakarta, MK Online - Sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP digelar di Mahkamah Konstitusi, Jum’at (7/10/2011). Persidangan dilaksanakan oleh Panel Hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati didampingi Hakim Konstitusi Harjono dan Anwar Usman.
Di hadapan Panel Hakim MK, Frans Delu, dalam pokok permohonan uji UU Pemda (perkara Nomor 66/PUU-IX/2011) meminta agar lafal sumpah kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan perubahan. “Karena setelah saya melihat dari beberapa alasan, ada ketidaksesuaian antara lafal sumpah dengan semangat dari Undang-Undang Dasar 1945 dan juga ada ketidaksesuaian dengan situasi konkret yang sedang dihadapi ketika lafal sumpah itu diucapkan,” kata Frans mendalilkan.
Selain itu, menurut Frans, lafal sumpah tersebut tidak bersesuaian dengan budaya bangsa. Menurutnya, lafal sumpah yang ada dalam UU yang dimohonkan pengujian, tidak sesuai dengan semangat pembentukan Negara Republik Indonesia, tidak sesuai dengan Pancasila, dan tidak sesuai dengan pemahaman atau jiwa sumpah dari budaya bangsa.
Diskriminasi Terdakwa dan Saksi
Pada kesempatan sama, Frans memaparkan pokok permohonan uji UU KUHAP (perkara Nomor 67/PUU-IX/2011). Frans memersoalkan adanya perlakuan yang berbeda terhadap terdakwa dan saksi. Sebelum memberikan keterangan, saksi harus disumpah, sementara terdakwa tidak disumpah. Implikasinya, keterangan terdakwa tidak dijadikan alat bukti, sementara keterangan saksi dijadikan alat bukti. “Padahal belum tentu terdakwa itu berkata bohong, mungkin saja dia berkata benar,” kata Frans dalam pokok permohonan.
Menurut Frans, hal tersebut bertentangan dengan asas praduga tak bersalah. Sebab, bagi terdakwa merasa seperti sudah ada pravonis. “Seolah-olah terdakwa sudah divonis bersalah, sehingga tidak perlu diperhatikan dia punya keterangan,” dalil Frans.
Menanggapi uraian permohonan, Panel Hakim menasihati Frans. Maria Farida Indrati dalam nasehatnya menyoroti struktur permohonan yang diajukan Frans agar mengikuti standar baku dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi. (Nur Rosihin Ana/mh)