TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewie Yasin Limpo tak sendiri berjuang menelusuri surat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditujukan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ia didampingi sang pengantar yang bernama Bambang Wahyu Hadi. Siapakah dia sebenarnya yang dulu disebut-sebut sebagai sopir?
Belakangan, jati diri Bambang terkuak. Berawal ketika anggota Komisi II Budiman Sujatmiko dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan penasaran menanyakan Bambang, yang hadir di Panja untuk dimintai keterangannya, Kamis (6/10/2011).
"Saya Wakil Sekretaris DPD Hanura Sulawesi Selatan," begitu ucap Bambang menjelaskan kedekatan politiknya dengan Dewi Yasin Limpo. Kedekatan bisnis, menjadi alasan Bambang menyertai Dewi mencari keadilan sampai mengajukan gugatan ke MK.
Kata Bambang, sebenarnya dari Hanura Sulawesi Selatan ada 10 orang yang mendampingi Dewi. Namun satu persatu kembali ke Makassar karena alasan dana untuk akomodasi cukup besar. Sehingga Bambang bertahan, selain karena tahu jalanan Jakarta.
Sosok Bambang yang kerap disebut oleh beberapa orang yang diminta keterangan, membuat Panja bertanya-tanya. Mereka baru tadi siapa sebenarnya Bambang.
Bahkan, Bambang pula yang mendampingi Dewi menemui panitera MK, Zainal Arifin Husein di rumahnya, lewat Mashuri Hasan, juru panggil MK.
Bambang juga mengakui menemani Dewi ke MK untuk menemui Hasan dan Nalom yang saat itu mau mengantar surat MK ke KPU. Namun sampai di basement, telepon Hasan diangkat tapi tanpa respon. Belakangan teleponnya diangkat dan sudah ada di KPU. Hasan bilang diminta menyusul ke KPU.
Ia menampik jika di MK bertemu Nalom dan Hasan pada 17 Agustus. Bambang hanya mengakui ketemu Hasan dan Nalom di KPU. "Kita susul ke sana. Memang betul kita dan ibu meminta surat itu. Pulang dari KPU kita pulang. Saya memang tidak ke MK lagi," katanya.