Kapolri Dibawah Presiden Inkonstitusional
Selasa, 04 Oktober 2011
| 09:17 WIB
Sidang pemeriksaan pendahuluan uji UU No.2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) - Perkara No.62/PUU-IX/2011- digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (28/9) siang di Ruang Sidang Panel MK. Pihak Pemohon adalah A. Muhammad Asrun, Dorel Almir dan Merlina yang berprofesi sebagai advokat dan asisten advokat. Permohonannya adalah pengujian terhadap Pasal 8 dan Pasal 11 UU Kepolisian.
Pemohon mengungkapkan UU Kepolisian yang memuat ketentuan bahwa Polri berada di bawah Presiden dinilai bertentangan dengan UUD 1945, karena dalam UUD 1945 tidak ada dasar hukum atau ketentuan yang mengatur bahwa Polri berada di bawah presiden.
Pasal 11 Ayat 1 UU 2/2002 menyebutkan “Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR”. Sedangkan Pasal 8 Ayat 1 UU No 2/2002 menyebutkan bahwa Polri berada di bawah Presiden. Ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945, karena tidak ada satu pun pasal dalam UUD 1945 yang memberikan dasar hukum bahwa Polri berada di bawah Presiden secara langsung.
Berbeda dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam Pasal 10 UUD 1945, disebutkan bahwa "Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara".
Terkait dengan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 UU No.2/2002, secara singkat Pemohon memaparkan sejarah kepolisian di Indonesia. Misalnya, pada masa Hindia Belanda, kedudukan, tugas, fungsi, organisasi, hubungan dan tata cara kerja kepolisian diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda, kepolisian tidak pernah sepenuhnya di bawah Departemen Dalam Negeri.
Pada masa pendudukan Jepang, kepolisian dibagi dalam dua lingkungan kekuasaan. Pertama: Sumatera, Jawa dan Madura yang dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang. Kedua: Indonesia bagian timur dan Kalimantan yang dikuasai Angkatan Laut Jepang. Pada masa ini banyak anggota kepolisian bangsa Indonesia menggantikan kedudukan dan kepangkatan bagi bangsa Belanda sebelumnya.
Selanjutnya pada masa revolusi fisik, polisi tetap bertugas termasuk saat Soekarno-Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dan secara resmi kepolisian menjadi Kepolisian Indonesia yang merdeka. Setelah itu berlanjut pada kepolisian pasca proklamasi, masa Republik Indonesia Serikat serta masa Demokrasi Parlementer.
Pemohon mengungkapkan pula, pada periode Demokrasi Parlementer, kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri.
“Bahwa sejarah dan praktik ketatanegaraan memang menggariskan kepolisian lebih baik berada di bawah kendali suatu kementerian, tepatnya saat ini berada di bawah Kementerian Pertahanan,” kata Pemohon perkara yang teregistrasi dengan nomor 62/PUU-IX/2011 ini. (Nano Tresna A./mh)