REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mensinyalir terjadi pembelokan arah penyidikan kasus surat palsu MK. Orang yang harusnya jadi tersangka, kata dia, belum juga tersentuh kasus hukum.
Padahal berbagai bukti, data, dan fakta hukum sangat jelas mengarah kepada keterlibatan aktor intelektual, yakni Andi Nurpati.
Sayangnya, penyidik malah berputar-putar dan mencoba menetapkan tersangka kepada orang-orang yang sebenarnya jadi korban. Mahfud merujuk pada mantan panitera pengganti MK Zainal Arifin Hoesein yang tanda tangannya dipalsukan dan melaporkan kasus itu ke Bareskrim Polri, malah dijadikan tersangka.
"Kalau orang dicari-carikan kesalahan dan dikenakan pasal bisa-bisa saja. Tapi akal sehat masyarakat tidak bisa dibohongi," jelas Mahfud, Jumat (23/9).
Dijelaskannya, dalam persidangan uji materi, sembilan hakim konstitusi juga bisa bekerja tidak profesional untuk memenangkan pihak tertentu. Namun hal itu tidak pernah terjadi di MK sebab integritas hakim dan lembaga jadi pertaruhan, serta citra MK bisa buruk di mata masyarakat.
Mahfud menepis tudingan bahwa MK melakukan intervensi dan ingin agar Andi Nurpati jadi tersangka. Hal itu dinilainya bukan urusan MK dan persoalan kecil. Yang jadi masalah adalah, kasus itu merupakan pertama kali di Indonesia dan merupakan bentuk permainan pencoleng yang mencederai demokrasi. "Ini bentuk kejahatan baru di Indonesia. Jadi harus diusut tuntas," kata Mahfud.
Adapun Bareskrim Polri hingga kini tidak juga menetapkan mantan komisioner KPU sekaligus politikus Partai Demokrat Andi Nurpati, politikus Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, dan mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi sebagai tersangka.
Meskipun keterlibatan ketiga orang itu sebagai pengonsep, pemesan, maupun pengguna surat palsu MK berdasarkan bukti tim investigasi MK dan Panja Mafia Pemilu DPR sudah jelas.