Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Pemohon dalam perkara Nomor 15/PUU-IX/2011. Mahkamah menyatakan Pasal 51 ayat (1), Pasal 51 ayat (1a) sepanjang frasa ”Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, Pasal 51 ayat (1b), dan Pasal 51 ayat (1c) Undang-Undang No. 2/2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Demikian dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam sidang pembacaan putusan, Senin (4/7), di Ruang Sidang Pleno MK. “Permohonan para Pemohon beralasan hukum,” tegas Ketua MK, Moh Mahfud MD, saat membacakan konklusi putusan.
MK berpendapat bahwa pengaturan status badan hukum partai politik, baik oleh UU 2/2008 tentang Partai Politik maupun UU 10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, telah tepat dan benar. “Oleh karena partai politik masih tetap diakui berstatus badan hukum maka status badan hukum tersebut haruslah tetap mendapat perlindungan konstitusional oleh Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945,” ungkap Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
Dalam hal ini MK sependapat dengan para Pemohon bahwa adanya frasa ”tetap diakui keberadaannya dengan kewajiban melakukan penyesuaian terhadap undang-undang ini dengan mengikuti verifikasi” yang terdapat dalam Pasal 51 ayat (1) UU 2/2011 adalah tidak jelas maksudnya. Frasa ”kewajiban mengikuti verifikasi”, menurut MK, mempunyai akibat hukum terhadap eksistensi para Pemohon sebagai partai politik yang berbadan hukum, yaitu apakah hasil verifikasi dapat secara langsung memengaruhi eksistensi partai politik dalam hal ini para Pemohon. Artinya, sebagai partai politik para Pemohon akan kehilangan status badan hukumnya karena tidak lolos verifikasi.
Mahkamah berpendapat, hal tersebut akan melanggar kepastian hukum terhadap para Pemohon yang oleh Undang-Undang sebelumnya telah dijamin keberadaannya sebagai partai politik yang berbadan hukum. “Pembuat Undang-Undang seharusnya membedakan antara tata cara pembentukan atau pendirian partai politik dengan aturan tentang syarat-syarat yang dibebankan kepada partai politik agar sebuah partai politik dapat mengikuti pemilihan umum, serta ketentuan yang mengatur tentang kelembagaan DPR,” ujar Alim.
Manurut MK, partai politik dalam sistem UUD 1945 mempunyai fungsi yang sangat penting karena UUD 1945 secara eksplisit memberikan hak konstitusional kepada partai politik, terutama dalam Pasal 6A ayat (2), Pasal 8 ayat (3), dan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945. Oleh karena itu, partai politik harus mendapatkan kepastian hukum untuk menjamin hak konstitusionalnya termasuk para Pemohon sebagai partai politik yang telah mempunyai kedudukan sebagai badan hukum.
“Terjaminnya kelangsungan eksistensi partai politik yang berbadan hukum yang gagal menempatkan wakilnya dalam lembaga perwakilan dalam suatu masa pemilihan umum, akan terhindar pula adanya musim pendirian partai politik pada setiap menjelang pelaksanaan Pemilu,” tulis MK dalam putusan setebal 53 halaman.
Pemohon dalam perkara ini terdiri dari 14 partai politik. Diantaranya adalah Partai Persatuan Daerah (PPD), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), Partai Patriot, Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia), Partai Pelopor, dll. (Dodi/mh)