Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan diskusi terbatas dengan mengundang Topo Santoso, pakar hukum Univ. Indonesia, Kamis (24/3/2011) mulai pukul 14.00 wib. Diskusi ini diikuti oleh peserta dari pegawai MK sendiri, mulai Sekjen MK, Panitera MK, Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Puslitka, Panitera Pengganti, dan para peneliti MK.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Puslitka MK. Mekanisme diskusi adalah melalui pemaparan pakar atau ahli, dan sesi tanya jawab dengan para peserta. Tema diskusi adalah “Pembuktian Bentuk-Bentuk Pelanggaran Pemilukada yang Bersifat Terstruktur, Sistematis, dan masif”.
Selama ini, MK dalam menilai proses terhadap hasil pemilu atau pemilukada, membedakan berbagai pelanggaran ke dalam tiga kategori. Pertama, pelanggaran dalam proses yang tidak berpengaruh atau tidak dapat ditaksir pengaruhnya terhadap hasil suara pemilu, seperti pembuatan baliho, kertas simulasi yang menggunakan lambang, dan alat peraga yang tidak sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk jenis pelanggaran tersebut, MK tidak dapat menjadikannya sebagai dasar pembatalan hasil perhitungan yang ditetapkan oleh KPU atau KPU Provinsi/Kabupaten/Kota. Hal itu sepenuhnya menjadi ranah peradilan umum atau PTUN.
Kedua, pelanggaran yang berpengaruh terhadap hasil pemilu, seperti money politic, keterlibatan oknum pejabat atau PNS, dugaan pidana pemilu, manipulasi suara, intimidasi, dan sebagainya. Pelanggaran seperti ini dapat membatalkan hasil pemilu sepanjang berpengaruh secara signifikan, yakni karena terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang ukurannya telah ditetapkan dalam berbagai putusan MK.
Berbagai pelanggaran yang sifatnya tidak signifikan memengaruhi hasil pemilu, seperti yang bersifat sporadis, parsial, perorangan, dan hadiah-hadiah yang tidak bisa dibuktikan pengaruhnya terhadap pilihan pemilih, tidak dijadikan dasar oleh MK untuk membatalkan hasil perhitungan oleh KPU.
Ketiga, pelanggaran tentang persyaratan menjadi calon yang bersifat prinsip dan dapat diukur (seperti syarat tidak pernah dijatuhi pidana penjara dan syarat keabsahan dukungan bagi calon independen), dapat dijadikan dasar untuk membatalkan hasil pemilu karena ada pesertanya yang memenuhi syarat sejak awal.
Narasumber dan peserta diskusi juga menyinggung ruang lingkup kewenangan MK dalam memutus perselisihan hasil pemilukada yang tidak secara tegas dijelaskan. Ketentuan Pasal 4 Peraturan MK No. 15/2008 menyebutkan bahwa obyek perselisihan pemilukada adalah hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon (KPU Provinsi/Kabupaten/Kota) yang memengaruhi dua hal. Yaitu, penentuan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua pemilukada, dan terpilihnya pasangan calon sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Secara umum, Topo Santoso mengupas konsep terstruktur, sistematis, dan masif. Ia memberikan gambaran tentang pemilihan umum kepala di negara-negara lain. “Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana menetapkan standar pembuktian yang obyektif untuk mendapatkan waarderen of evidence guna mendukung keyakinan hakim,” tuturnya.
Puslitka MK dengan para penelitinya melalaui program diskusi ini berusaha terus meng-upgrade tema-tema penting yang menjadi pertimbangan hukum MK dalam memutuskan perkara. Sebab, para peneliti MK menjadi orang-orang yang dipercaya menggali data dan sumber hukum untuk mengolah bahan-bahan perkara yang masuk ke MK. (Yazid/mh)