Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan Perselisihan Hasil Pemilukada Kab. Lombok Tengah. Putusan dengan nomor 186/PHPU.D-VIII/2010 ini dibacakan oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dengan didampingi oleh enam hakim konstitusi, Kamis (21/10), di Gedung MK. Perkara ini dimohonkan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah TGH. Lalu Gede Muh. Ali Wirasakti Amir Murni dan Lalu Elyas Munir Djaelani.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Harjono, Pemohon mendalilkan Termohon melakukan penggantian KPPS di 93 Desa dari 124 Desa dan Kelurahan secara tidak sah yang dilakukan secara masif dan terencana. Harjono memaparkan setelah memeriksa bukti berupa catatan pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilukada Kabupaten Lombok Tengah Putaran Kedua di TPS-TPS, Mahkamah menilai bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya penggantian KPPS dilakukan untuk memenangkan Pihak Terkait, karena bukti-bukti tersebut hanya menyajikan angka-angka perolehan suara masing-masing pasangan calon tanpa ada penjelasan dan alasan lebih lanjut bahwa perolehan suara Pemohon berkurang dan perolehan suara Pihak Terkait bertambah akibat penggantian KPPS tersebut. Keterangan saksi-saksi Pemohon, lanjut Harjono, hanya mempersoalkan terjadinya penggantian ketua dan/atau anggota KPPS yang mendadak atau mendekati hari pemungutan suara dan tidak menunjukkan adanya indikasi kuat kaitan antara penggantian tersebut dengan adanya keberpihakan Termohon kepada Pihak Terkait yang, menurut Pemohon, dilakukan secara sistematis dan masif. Jikalaupun benar telah terjadi penggantian petugas KPPS yang mendukung Pihak Terkait, hal itu hanya terjadi di beberapa KPPS yang seharusnya hal demikian menjadi kewenangan Panwaslukada untuk menyelesaikannya. Seandainyapun pada TPS-TPS tersebut dilakukan pemungutan suara ulang, hasilnya tidak signifikan mengubah peringkat perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait yang terpaut 84.341 suara.
“Berdasarkan keterangan dan bukti-bukti Pemohon dan Termohon a quo, Mahkamah menemukan fakta bahwa telah terjadi kondisi faktual yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dan Mahkamah tidak menemukan bukti-bukti yang mengarah kepada bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap AAUPB yang dilakukan oleh Termohon. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon a quo tidak terbukti menurut hukum,” jelasnya.
Sementara itu, dalil Pemohon mengenai Termohon tidak meloloskan syarat pencalonan paket TGH. Syamsul Hadi dan Ir. H. Masnun Hasbullah SP.I (paket SAMA-SAMA) sebagai peserta Pemilukada walaupun memenuhi syarat pencalonan dan sebaliknya meloloskan Pihak Terkait sebagai pasangan calon walaupun tidak memenuhi syarat, Mahkamah menilai bahwa dalil tersebut tidak relevan dipertimbangkan karena Pemohon bukanlah pihak yang secara langsung dirugikan akibat keputusan Termohon tersebut. “Terlebih lagi, dalil-dalil yang diterangkan Pemohon tersebut, terkait dengan proses sebelum pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dan legalitas/keabsahan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama tersebut telah diperkuat dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PHPU.D-VIII/2010 bertanggal 8 Juli 2010. Oleh karenanya, Mahkamah mengesampingkan dalil-dalil Pemohon a quo,” urainya.
Sedangkan mengenai dalil munculnya beragam bentuk pelanggaran akibat penggantian KPPS, jelas Harjono, Mahkamah menyatakan bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa penggantian KPPS dilakukan secara tidak sah dan untuk memenangkan Pihak Terkait. Harjono menjelaskan Mahkamah tetap akan memberikan penilaian terhadap ada atau tidak adanya beragam bentuk pelanggaran akibat penggantian KPPS tersebut.
“Berdasarkan keterangan saksi-saksi Pemohon yang telah dibantah oleh keterangan saksi-saksi Termohon, Mahkamah menilai bahwa Pemohon tidak memiliki cukup bukti. Jikalaupun benar telah terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh KPPS berupa keberpihakan kepada Pihak Terkait, namun hal tersebut hanyalah bersifat sporadis semata dan tidak cukup signifikan menunjukkan adanya bentuk pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang dapat mempengaruhi perolehan suara masing-masing Pasangan Calon, dan seharusnya pelanggaran-pelanggaran tersebut diselesaikan oleh Panwaslukada. Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas dan kaitannya satu dengan yang lain, Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon yang pada pokoknya menyatakan telah terjadi pelanggaran serius yang bersifat, terstruktur, sistematis, dan masif, tidak terbukti menurut hukum.,” ujarnya.
Dalam konklusi yang dibacakan Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, Mahkamah menyimpulkan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait tidak tepat dan tidak beralasan menurut hukum. “Pokok permohonan Pemohon tidak terbukti menurut hukum,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)