Perawat Ketakutan Beri Pertolongan dan Pengobatan Karena Dapat Dipidana
Selasa, 06 April 2010
| 13:59 WIB
Misran (kiri) selaku Pemohon, memberikan keterangan kepada MK saat Sidang Perbaikan Permohonan, Senin (05/04).
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di ruang sidang panel MK, senin (05/04). Agenda persidangan kali ini adalah perbaikan permohonan.
Dalam kesempatan pada sidang perbaikan ini, Misran sebagai perawat yang merupakan ketua puskesmas pembantu di daerah Kalimantan Timur menerangkan bahwa dirinya dijerat pidana karena memberikan obat yang memang seharusnya diberikan untuk pertolongan pertama kepada pasien. Namun, kewajiban menolong ternyata dalam realitanya tidak sesuai dengan UU sebagai aturannya.
“Perawat dapat dijerat pidana karena dibatasi dalam hal memberikan obat yakni jenis G, dalam kasus yang saya alami, saya telah berprofesi sebagai perawat selama 17 tahun. Tidak ada kesalahan pengobatan dan tidak ada yang meninggal, semua pasien yang saya tangani sembuh,” terangnya.
Misran melanjutkan bahwa semua tahu bagaimana kondisi di pelosok daerah tidak ada tenaga ahli yang memiliki kewenangan mengeluarkan jenis obat tertentu yang harus diberikan kepada pasien saat memberikan pertolongan. Apabila perawat yang di daerah pelosok juga sekaligus menjadi dokter dan apoteker tidak memberikan obat tersebut, maka pasien bisa celaka.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menanyakan apa contoh dari obat jenis G yang dipermasalahkan penegak hukum dan tidak boleh dikeluarkan oleh perawat.
“Obat jenis daftar G adalah obat keras terbatas dan contohnya adalah obat bius, ponstan (anti nyeri), Amoxilin anti biotik, obat suntik. Saya ke MK mengajukan uji materi ini merupakan salah satu mencari solusi atas semua permasalahan ini dan saya saat ini juga melakukan banding di Pengadilan Tinggi Kaltim mengenai pemidanaan saya. Saat ini di daerah kami bidan dan perawat ketakutan menangani pasien karena bisa dijerat pidana. Hal itu membuat warga kecewa,” jawab Misran.
Oleh sebab itu, Misran memohon kepada MK agar Pasal 108 ayat (1) UU Kesehatan dibatalkan dan dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (RN Bayu Aji)