Eri Purnomohadi Tak Jadi ke Senayan
Rabu, 30 Desember 2009
| 08:23 WIB
Panitera MK, Zaenal Arifin Hoesein (kiri) serahkan salinan putusan MK kepada Kuasa Hukum Eri Purnomhadi, Maheswara Prabandono, Selasa (29/12), di ruang sidang pleno MK. (Humas MK/Ardli Nuryadi)
Pupus sudah harapan Eri Purnomohadi untuk menjadi wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Barat XI. Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan Pasal 50 ayat (1) huruf k UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD tidak bertentangan dengan UUD 1945. Demikian putusan MK yang dibacakan oleh sembilan orang hakim konstitusi secara bergantian di ruang sidang pleno MK, Selasa (29/12).
Eri Purnomohadi, dalam perkara Nomor 132/PUU-VII/2009, mempertanyakan konstitusionalitas Pasal 50 ayat (1) huruf k tersebut dikarenakan telah menimbulkan multiinterpretasi dan merugikan hak konstitusionalnya. Sebelumnya Eri, berdasarkan keputusan KPU, memperoleh suara terbanyak pada daerah pemilihan Jawa barat XI. Namun kemudian berdasarkan laporan Panwaslu, KPU meralat keputusannya dan menyatakan Eri Purnomohadi tidak memenuhi syarat selaku calon anggota DPR RI dalam Pemilu Legislatif yang lalu.
Mahkamah dalam putusannya mempertimbangkan bahwa alasan permohonan Eri kontradiktif. Pemohon dalam permohonannya menyatakan tidak berkeinginan untuk mengubah hasil Pemilu namun berkeinginan agar keputusan KPU yang menganulirnya dibatalkan melalui penafsiran konstitusional terhadap pasal a quo UU Pemilu yang dimohonkan. Mahkamah berpendapat bahwa permohonan tersebut jika dikabulkan akan mutatis mutandis mengubah hasil Pemilu.
"Menurut Mahkamah, pernyataan Pemohon tersebut bertentangan dengan keadaan yang ingin dicapai karena kalau permohonan Pemohon dikabulkan maka secara otomatis akan mengubah perolehan hasil Pemilu yang telah ditetapkan KPU," kata Arsyad Sanusi membacakan putusan.
Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing). Menurut Mahkamah Pemohon tidak bisa menguraikan telah terdapat hak konstitusionalnya yang telah dirugikan dengan pemberlakuan Pasal 50 ayat (1) huruf k UU Pemilu tersebut. Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon obscuur (kabur) sehingga Mahkamah menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak dapat diterima. (Feri Amsari)