MK: WNI Dapat Gunakan Hak Pilih dengan KTP atau Paspor
Selasa, 07 Juli 2009
| 09:28 WIB
Ketua MK, Moh. Mahfud MD (kiri) dan Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi saat sidang pengucapan putusan uji ketentuan DPT dalam UU Pilpres.
Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Pemohon dalam pengujian UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Refly Harun dan Maheswara Prabandono di ruang sidang pleno oleh sembilan hakim konstitusi, Senin (6/7) pukul 17.00 WIB.
Pasal yang diujikan adalah Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 mengenai Daftar Pemilih Tetap. Pasal 28 berbunyi “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih”. Lalu, Pasal 111 ayat (1) yang berbunyi “Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b. pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan”.
Pemohon menyatakan bahwa dua pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Alasan pemohon, pasal a quo menyebabkan seorang warga negara kehilangan hak memilihnya ketika tidak terdaftar sebagai pemilih atau tidak tercantum dalam DPT. Hal ini oleh Pemohon dinilai sangat tidak adil.
Dalam sidang putusannya, MK berpendapat hak memilih dan dipilih adalah hak yang dijamin konstitusi, undang-undang, dan konvensi internasional. MK menimbang hak tersebut, merupakan hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara. Bahwa DPT adalah prosedur administratif yang tidak boleh menegasikan hak substantif warga negara untuk memilih (right to vote) dan dipilih (right to be candidate).
Selanjutnya, MK merasa tidak perlu lagi mendengar keterangan pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU MK dan berdasarkan pertimbangan urgensi perkara ini mendekati pelaksanaan pemilu.
Karena itu, dalam konklusinya, MK berkesimpulan bahwa permohonan para Pemohon terhadap Pasal 28 dan Pasal 111 UU 42/2008 beralasan hukum. Namun Mahkamah menilai bahwa permohonan para Pemohon adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang tidak menghilangkan hak pilih warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu, dalam amarnya MK juga mengatur syarat dan cara yang harus dipenuhi bagi Warga Negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam DPT apabila akan menggunakan hak pilihnya.
Amar putusan MK mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian, menyatakan Pasal 28 dan Pasal 111 UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) adalah konstitusional sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara sebagai berikut.
- Selain Warga Negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, Warga Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri;
- Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;
- Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya;
- Warga Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di atas, sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat;
- Warga Negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat.
MK menolak permohonan para Pemohon untuk selebihnya.
(Yazid/MH)