Jakarta - Pemerintah dan DPR bersikukuh aturan domisili dan non-partai politik yang dihapus dari UU No. 10/2008 tentang Pemilu tidak bertentangan dengan konstitusi.
Beberapa anggota DPD selaku pemohon merasa dirugikan dengan adanya penghapusan itu pun diragukan oleh pemerintah dan DPR. Pihak DPD pun menilai DPR kini sudah "pintar".
Kuasa hukum DPD, Bambang Widjojanto mengatakan, dalam mengakali UU, DPR tidak lagi secara langsung berhadapan dengan konstitusi namun sudah main kata-kata.
"Pasal-pasal yang kita mohonkan adalah permainan frase, tapi substansinya tetap. Parpol ingin menguasai DPD. DPR sudah pintar, tidak vis a vis dengan konstitusi," kata Bambang
Hal tersebut disampaikan dia dalam keterangannya di sidang uji materi UU tersebut di gedung MK, Jl. Medan Merdeka Barat, jakarta Pusat, Selasa (13/5/2008)
Perwakilan Komisi II DPR Lukman Hakim Syaiduddin dalam kesempatan yang sama memberikan pembelaannya. "Dalam UUD 1945 semua berhak menjadi anggota DPD atas nama sendiri juga mewakili provinsi, jadi tidak perlu dipertegas lagi dalam UU," kata politisi PPP ini.
Menurut DPR, pasal yang dihapus dari UU Pemilu tidak menunjuk langsung kepada anggota DPD secara personal, melainkan secara institusi. Karena itu yang berhak mengajukan keberatan adalah DPD bukan anggotanya.
"Saya bingung. Di sini (pemohon) ada anggota DPD, ada LSM, ada yayasan. Kenapa tidak dijadikan warga negara biasa saja agar lebih mengena." imbuh Lukman.
Dalam sidang kali ini, pemohon mengajukan ahli Arbi Sanit, Cecep Effendi, dan Jhon Pieris ke muka sidang. Sedangkan pemohon membawa Syafri Nugraha dan Zudan Arif Faturullah dalam sidang yang dipimpin hakim MK Jimly Ashiddiqie itu. (nvt/fay)
sumber www.detik.com (13/5/2008)
Foto Dok Humas MK