JAKARTA, HUMAS MKRI – Di sela padatnya Sidang Pengucapan Putusan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024 (PHPU Tahun 2024), Mahkamah Konstitusi (MK) menerima audiensi dari Kementerian Kehakiman Inggris pada Selasa (4/2/2025) di Gedung 1 MK, Jakarta. Kepala Biro Humas dan Protokol Pan M. Faiz, Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (HAK) Fajar Laksono, Kepala Pusat TIK Nanang Subekti dengan didampingi oleh Kepala Bagian Sekretariat Tetap AACC dan Kerja Sama Luar Negeri Immanuel B.B. Hutasoit menerima delegasi Kementerian Kehakiman Inggris tersebut. Adapun delegasi Kementerian Kehakiman Inggris yang hadir, yakni Deputy Director and Data Protection Officer Yinka Williams yang didampingi oleh Idil Mohammud dan oleh Raymon Sevilla dari Kedutaan Besar Inggris di Indonesia.
Dalam sambutannya, Yinka Williams menyampaikan bahwa tujuan kunjungannya untuk mempelajari lebih dalam tentang sistem perlindungan data pribadi yang diterapkan oleh MK di Indonesia. Selain itu, ia ingin juga berbagi pengalaman dan standar perlindungan data pribadi dalam sistem hukum di Inggris. Pertemuan ini diharapkan dapat mengidentifikasi peluang kolaborasi di masa depan, terutama dalam rangka meningkatkan perlindungan data pribadi. Kunjungan ini merupakan kelanjutan dan balasan atas kunjungan sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa institusi kehakiman Indonesia ke Inggris. Tujuannya adalah untuk mempererat hubungan kerja sama di bidang supremasi hukum, khususnya dalam hal perlindungan data pribadi.
Dalam sambutannya, Kepala Biro Humas dan Protokol Pan M. Faiz membuka diskusi dengan memperkenalkan MK dan fungsinya. Ia menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai penjaga konstitusi, ideologi, dan demokrasi; pelindung hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara; serta penafsir terakhir konstitusi.
Sementara itu, Kepala Pusat TIK Nanang Subekti memaparkan sistem proteksi data yang diterapkan di Mahkamah Konstitusi. MK melakukan scanning kerentanan sistem, pengujian kerentanan, penanganan insiden keamanan, dan analisis tren ancaman siber.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Biro HAK Fajar Laksono turut memaparkan mengenai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang berlaku di Indonesia. “Saat ini, Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah resmi berlaku. UU ini memuat ketentuan-ketentuan utama yang meliputi: Hak Subjek Data, Persetujuan, Keamanan Data, Tanggung Jawab Pengontrol Data, serta Pelanggaran dan Sanksi. UU PDP menjadi landasan hukum yang komprehensif dalam mengatur perlindungan data pribadi di Indonesia,” ujar Fajar.
Sebelum berlakunya UU PDP, peraturan mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia tersebar di berbagai undang-undang dan peraturan lainnya. Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, dan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Selain itu, terdapat pula peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) yang turut mengatur aspek-aspek tertentu terkait perlindungan data pribadi, terutama di sektor keuangan.
“Sejauh ini Mahkamah Konstitusi telah memiliki infrastruktur dan sistem proteksi yang mencakup Tim Tanggap Insiden Siber, pemblokiran akses tidak sah, deteksi aktivitas mencurigakan, pemantauan dan respons terhadap ancaman, pengumpulan dan analisis data keamanan, serta sertifikasi keamanan informasi,” sebut Nanang
Dalam paparannya, Yinka Williams mengungkapkan lima pilar utama perlindungan data yang diterapkan di Inggris, yaitu kerahasiaan, integritas, ketersediaan, keaslian, dan non-repudiation. Kelima pilar ini membentuk kerangka kerja yang kuat untuk melindungi data pribadi. Ia menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan global terkait keamanan data, terutama di era digital yang semakin kompleks.
Kunjungan ini menegaskan komitmen untuk memperkaya pengetahuan di bidang hukum dan teknologi informasi. Dengan semakin meningkatnya ancaman siber, pertemuan antara Inggris dan Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam menciptakan standar perlindungan data yang lebih baik dan berkelanjutan. Pertemuan ini juga menjadi ajang pertukaran pengetahuan dan pengalaman, yang diharapkan dapat memperkaya pemahaman kedua belah pihak tentang pentingnya perlindungan data pribadi dalam menjaga keamanan dan kepercayaan publik.(*)
Penulis: Fauzan Febriyan
Editor: Lulu Anjarsari P.