JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan ketetapan penarikan kembali permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh Lintang Mendung Kembang Jagad, pada Jumat (3/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam Ketetapan Nomor 172/PUU-XXII/2024, Ketua MK Suhartoyo menyatakan pada hari Senin, tanggal 16 Desember 2024, Mahkamah telah menyelenggarakan Sidang Panel dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan, yang pada pokoknya Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan norma Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU 17/2017 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “sebagai wewenang Presiden dan Wakil Presiden dalam kampanye Pilpres untuk dirinya sendiri atau periode kedua baginya”.
“Dalam persidangan tersebut, Mahkamah telah memberikan nasihat sesuai dengan ketentuan Pasal 39 UU MK dan Pasal 41 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian UndangUndang (PMK 2/2021) serta memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya,” ujarnya.
Lebih lanjut MK mengatakan, pada hari Jumat, tanggal 27 Desember 2024, Kepaniteraan Mahkamah telah menerima surat dari Pemohon melalui email perihal Pencabutan Perkara Nomor 172/PUU-XXII/2024, bertanggal 27 Desember 2024. Selanjutnya, sambung Suhartoyo, pada hari Senin, tanggal 30 Desember 2024, Mahkamah telah menyelenggarakan persidangan Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan sekaligus meminta konfirmasi perihal pencabutan/penarikan permohonan perkara a quo yang dihadiri oleh Pemohon secara daring. Dalam persidangan tersebut, pada pokoknya Pemohon membenarkan perihal pencabutan/penarikan permohonan dalam Perkara Nomor 172/PUU-XXII/2024
Terhadap penarikan kembali permohonan Pemohon tersebut, Pasal 35 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan” dan Pasal 35 ayat (2) UU MK menyatakan, “Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Permohonan tidak dapat diajukan kembali”.
Sehingga, berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf e dan huruf f di atas, Rapat Permusyawaratan Hakim pada tanggal 30 Desember 2024 telah berkesimpulan bahwa pencabutan atau penarikan kembali permohonan Perkara Nomor 172/PUU-XXII/2024 adalah beralasan menurut hukum dan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo. “Berdasarkan pertimbangan hukum pada huruf g di atas, Rapat Permusyawaratan Hakim memerintahkan Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat perihal penarikan kembali permohonan Pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan mengembalikan salinan berkas permohonan kepada Pemohon,” sebutnya.
Baca juga:
Menguji Keterlibatan Presiden dalam Kampanye Pilpres
Pemohon Cabut Uji Keterlibatan Presiden dalam Kampanye Pilpres
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya dalam sidang perdana yang dilaksanakan di MK Senin (16/12/2024), Lintang Mendung Kembang Jagad (Pemohon) yang hadir secara daring mengatakan ketentuan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu tersebut memiliki hubungan sebab akibat (causa verband) yang bertentangan dengan hak konstitusionalnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal ini memberikan hak kepada Pemohon untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang setara di hadapan hukum. Causa verband adanya kerugian konstitusional dengan kampanye yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden akan sangat mempengaruhi hak Pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang setara di hadapan hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya memberikan dukungannya kepada salah satu Calon Presiden dan Wakil Presiden. Hal demikian menimbulkan kerugian Pemohon karena tidak mendapatkan keadilan berupa dukungan yang sama dengan Calon Presiden dan/atau Wakil Presiden lawan dari pemohon di dalam kontestasi Pilpres.
“Dengan dukungan dan elektabilitas yang tinggi tersebut dapat mempengaruhi hasil suara pemilihan umum yang drastis,” ujar Lintang.
Pemohon beranggapan walaupun Presiden dan/atau Wakil Presiden diberikan hak untuk berkampanye, hal tersebut seharusnya dimaknai sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden yang berstatus sebagai petahana atau incumbent dan berkampanye untuk dirinya sendiri atau bagian kedua bagi dirinya.
“Pemohon beranggapan bahwa walaupun secara konseptual presiden dan/atau wakil presiden dapat dalam “meletakkan atau memisahkan” jabatannya sebagai persona melalui proses ini. Akan tetapi, secara faktual dua hal tersebut nyaris tidak dapat dipisahkan karena dipengaruhi elektabilitas presiden dan/atau wakil presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dengan presiden dan/atau wakil presiden sebagai individu telah melekat selama proses menjabat,” jelas Lintang.
Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Kemudian meminta MK menyatakan materi muatan Pasal 281 ayat (1) dan Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu inkonstitusional, sepanjang tidak dimaknai sebagai wewenang Presiden dan Wakil Presiden dalam kampanye Pilpres untuk dirinya sendiri atau periode kedua baginya.
Penulis: Utami Argawati
Editor: N Rosi.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.