JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kegiatan Focus Group Discussion bertajuk "Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi" bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, pada Senin (18/11/2024) di Yogyakarta. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan MK Fajar Laksono. Pada kesempatan ini, hadir Ketua MK Periode 2008 – 2013 Mahfud MD sebagai penceramah kunci yang menjadi pemantik pokok pembahasan diskusi pada serangkaian kegiatan ini.
Dalam ceramah kunci, Mahfud mengatakan sebagai salah satu hakim konstitusinyang ada pada masa awal lembaga ada kalanya hakim konstitusi berperang dengan opini yang berkembang di masyarakat atas putusan yang telah diputuskan para hakimnya. Diakui oleh Mahfud, semestinya MK harus diam karena putusan hakimnya telah termuat pada putusan yang telah diucapkan serta bersifat universal, sehingga tidak perlu ada tanggapan/jawaban atasnya. Namun tak dapat dipungkiri sebagai lembaga yang penting bagi ketatanegaraan termasuk di Indonesia, maka peran negative legislator yang melekat padanya harus dapat dijalankan sebagai penyeimbang dari pelaksanaan hukum di Indonesia.
“Meski MK tak punya lembaga eksekusi, putusan MK yang masuk dalam Lembaran Negara maka itulah yang menjadi eksekusinya dan harus ditaati. Pada forum ini nantinya akan membahas empat persoalan dalam putusan yang telah diucapkan MK, maka benar adanya hal ini dilakukan tidak di tataran lapangan namun pada forum serupa ini. Oleh karena itu, mari kita bangun MK ini menjadi semakin kuat sebagai anak kandung reformasi sehingga penting dikawal eksistensinya. Boleh saja kita tidak setuju pada putusannya, sebagai bentuk kritik pada ranah akademisi, tetapi tidak dengan menolak atau tidak melaksanakan putusannya,” jelas Mahfud.
Tataran Implementasi Putusan MK
Dalam sambutan kegiatan, Fajar mengungkapkan kegiatan ini bertujuan untuk meninjau tataran implementasi atas putusan yang telah diucapkan Mahkamah dalam setiap perkara yang dimohonkan padanya. Dikatakan olehbahwa sejatinya kewenangan MK hanya berada pada saat permohonan diakukan ke lembaga, disidangkan oleh para hakim, dan pengucapan putusannya. Namun setelah pengucapan putusan tersebut, berbagai pihak yang menjadi addresat dari putusna tersebutlah yang memiliki keberlanjutan dari pelaksanaan putusan tersebut.
“Oleh karena MK tidak punya wewenang menjangkau implementasi putusan, maka penting bagi Biro HAK MK yang dalam kerangkan memberikan dukungan pada para hakim konstitusi untuk kemudian memastikan atau setidaknya melihat pelaksanaan putusan pada tataran implementasi oleh berbagai pihak, seperti pembentuk undang-undang, pembuat regulasi, dan pihak yang berkepentingan dalam peladanaan putusan ini,” ujar Fajar.
Melalui kegiatan FGD ini, Fajar berharap mendapatkan potret yang dapat dilaporkan kepada para pimpinan MK dalam konteks perencanaan peningkatan kulaitas putusan pada masa berikutnya. Untuk kemudian, rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan pada FGD ini akan diserahkan kepada para hakim konstitusi atas masalah-masalah yang mungkin saja muncul atas putusan yang telah dibuat pada setiap putusan MK.
Sebagai informasi, kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari ke depan sejak Senin – Rabu (18 – 20/11/2024) yang akan dibagi menjadi tiga sesi. Pada Sesi I mengangkat pokok bahasa tentang Latar Belakang PUU dan Amar Putusan MK yang akan dibagi menjadi beberapa klaster. Yakni Klaster I Putusan MK Nomor 93/PUU-XX/2022 (Pemaknaan Ulang Konsepsi “Dungu, Sakit Otak atau Mata Gelap” terkait Keharusan Pengampuan); Klaster II Putusan MK Nomor 32/PUU-XVIII/2020 (Pengaturan Badan Hukum Usaha Bersama Berdasarkan Undang-Undang); Klaster III Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023 (Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di sekitarnya serta Larangan Penambangan Mineral Pada Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil); dan Klaster IV Putusan MK Nomor 84/PUU-XXI/2023 (Larangan Pengelola Tempat Perdagangan dan/atau Platform Layanan Digital berbasis User Generated Content (UGC) Membiarkan penjualan, penayangan, dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan dan/atau Layanan Digital yang dikelolanya). Selanjutnya pada Sesi II mengulas tentang Regulasi, Kebijakan, Dan Tindakan Dalam Pelaksanaan Putusan MK terhadap empat klaster putusan MK. Kemudian pada Sesi III akan menjabarkan Dinamika dan Tantangan Pelaksanaan Putusan MK pada empat klaster yang terlah ditentukan tersebut. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.