JAKARTA, HUMAS MKRI – Sekolah swasta terutama generasi pertama dan kedua memiliki peran besar dalam turut mencerdaskan kehidupan bangsa sejak awal kemerdekaan, saat Pemerintah belum mampu menyelenggarakan pendidikan bagi semua warganya. Peran besar itu masih berlangsung sampai sekarang, namun perhatian pemerintah terhadap sekolah swasta semakin mundur.
Hal ini disampaikan oleh Pakar Pendidikan, Ki Darmaningtyas dalam sidang uji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pada Selasa (9/7/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya. Perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini dimohonkan oleh oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) atau (Network Education Watch Indonesia/New Indonesia) bersama tiga Pemohon perorangan, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
“Mereka yang bersekolah di swasta juga warga negara yang sama-sama membayar pajak, maka mereka berhak memperoleh dukungan pemerintah mendirikan sekolah negeri baru atau menegerikan sekolah-sekolah swasta,” urai Ki Darmaningtyas dalam persidangan dengan agenda keterangan Ahli ini.
Ki Darmaningtyas menjelaskan, dengan memberikan dukungan pendanaan yang cukup, maka sekolah swasta pun bisa gratis. Hal itu jauh lebih efisien dibandingkan dengan pemerintah mendirikan sekolah negeri baru atau menegerikan sekolah-sekolah swasta.
Selain itu, Ki Darmaningtyas juga menyebut sekolah swasta generasi ketiga dan keempat memiliki latar belakang pendirian yang berbeda sehingga dapat dikecualikan dari pandangan bahwa sekolah di sekolah swasta pun berhak gratis.
Alokasi Tak Jelas
Menanggapi pertanyaan hakim konstitusi mengenai mekanisme pembagian anggaran pendidikan, Ki Darmaningtyas mengakui adanya masalah soal anggaran pendidikan pasca-Putusan MK Nomor 13/PUU-VI/2008. Seperti sertifikasi guru dan dosen yang dinilainya menyedot sebagian besar dari anggaran pendidikan.
“Jadi, di UU Sisdiknas, anggaran pendidikan minimal 20 persen di luar gaji guru dan dosen. Pasca putusan memasukkan gaji guru dan dosen. Konsekuensi dimasukkannya gaji guru dan dosen, semakin banyak guru dan dosen yang mendapatkan sertifikasi maka mengurangi anggaran pendidikan,” ucapnya.
Ki Darmaningtyas melanjutkan perlu adanya revisi UU Sisdiknas yang menyebutkan secara jelas peruntukkan anggaran pendidikan. Ia menitikberatkan mengenai anggaran sekolah kedinasan yang seharusnya melekat pada kementerian masing-masing.
“Anggaran pendidikan yang dimaksud itu dimana saja karena anggaran pendidikan selama ini digunakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama. Selain itu juga pendidikan kedinasan, harusnya pendidikan kedinasan melekat pada kementerian masing-masing. Selama anggaran pendidikan kedinasan melekat dengan anggaran pendidikan, maka tidak akan ada pendidikan gratis,” jelas Ki Darmaningtyas.
Baca juga:
JPPI Minta Pendidikan Dasar Sekolah Swasta Bebas Biaya
JPPI Tambahkan Perbandingan Sekolah Dasar Swasta Gratis dari Berbagai Negara
DPR: Negara Tetap Butuh Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Pemerintah: Biaya Pendidikan Dasar Sudah Sesuai UUD 1945
Sebagai tambahan informasi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) diuji secara materiil ke MK. Permohonan perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) atau (Network Education Watch Indonesia/New Indonesia) bersama tiga Pemohon perorangan yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Para Pemohon menguji norma Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Selengkapnya Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”
Dalam sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (23/1/2024), para Pemohon menyatakan bahwa frasa tersebut multitafsir, karena hanya pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri yang tidak dipungut biaya. Pemohon mendalilkan jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya hanya dilakukan di sekolah negeri. Sedangkan jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah swasta tetap dipungut biaya. Sehingga Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini merupakan bentuk diskriminasi pendidikan.
Untuk itu, dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas sepanjang frasa “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”, inkonstitusional secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tanpa memungut biaya”.(*)
Penulis: Utami Argawati/Jihan Nibras/L.A.P
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha