JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang konfirmasi terhadap permohonan pengujian Materiil Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara (UU 11/1980) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Senin (2/7/2024) di Ruang Sidang Panel MK. Sidang Perkara Nomor 44/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Vigit Waluyo ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Arsul Sani. Dalam persidangan tersebut, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan sedianya sidang hari ini beragenda pemeriksaan pendahuluan. Namun, MK mendapatkan surat bahwa Pemohon mencabut permohonan. “Oleh karena itu, saya ingin klarifikasi. Silakan saudara bacakan suratnya,” kata Guntur.
Menjawab pertanyaan tersebut, kuasa Pemohon, I Made Subagio mengatakan pihaknya diminta oleh Prinsipal untuk mencabut permohonan. “Kami mengajukan pengajuan tersebut di tanggal 14 Juni 2024 perihal pencabutan permohonan pengujian Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim Konstitusi.
Ia menegaskan, Pemohon telah diputus bersalah dan telah menjalani masa pidana kurungan selama empat bulan sebagaimana putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Maka Pemohon pun melakukan pencabutan uji materi Nomor 44/PUU-XXII/2024.
Selanjutnya Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah selaku pemimpin sidang menyatakan Majelis Hakim akan melaporkan konfirmasi pencabutan permohonan ini kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Untuk diketahui, Pemohon menjelaskan permohonan ini diajukan bermula dari ketidakadilan yang dialami Pemohon dalam kasus konkret terkait Laporan Polisi Polisi dengan Nomor LP/A/15/IX/2023/SPKT.DITTIPIDSIBER/BARESKRIM POLRI, pada tanggal 05 4 September 2023 dalam peristiwa hukum pada tanggal 05 Nopember 2018 dan tanggal 06 November 2018 yang terjadi di wilayah hukum Kabupaten Sleman meskipun Pemohon tidak berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Pada 09 Oktober 2023 Pemohon ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/171/X/RES.1.24/2023/Dittipidsiber.
Pemohon sejak 20 Desember 2023 telah dilakukan penahanan oleh penyidik dan adanya perpanjangan penahanan sampai dengan saat ini Pemohon menjalani proses perkara pidana dengan sangkaan, dakwaan, serta tuntutan maupun adanya Putusan Pengadilan Negeri Sleman terkait dengan ketentuan Pasal 2 UU 11/1980, surat penahanan dan perpanjangan penahanan.
Pemohon sebagai warga negara Indonesia, dengan pekerjaan karyawan swasta, dan waktu sebelum dan pada saat ini belum pernah atau bukan sebagai “Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara”.
Pemohon juga tidak mempunyai profesi tertentu yang mempunyai kode etik profesi atau sebagai Pemegang Saham Perusahaan dan/atau Pengurus Perseroan Terbatas serta Pegawai/Karyawan/Personal Perseroan Terbatas PS Sleman atau badan/lembaga yang adanya Kode Etik Profesi yang berkaitan dengan perkara “Tindak Pidana Suap Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara”
Pemohon memohon agar Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran dan penegasan sebagai jaminan hukum serta memberikan batasan terhadap ketentuan UU 11/1980 yang bertujuan memberikan kepastian hukum yang adil bagi Pemohon.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: N. Rosi.
Humas: Fauzan F.