JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD (PHPU DPR) Tahun 2024. Sidang Perkara Nomor 42-02-05-25/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini diajukan oleh Alfian Bara, Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) Nomor Urut 1 (satu) Daerah Pemilihan (Dapil) Sulut 4.
Persidangan dilaksanakan oleh Majelis Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, pada Selasa (14/5/2024). Agenda sidang yaitu mendengarkan jawaban Termohon (KPU), keterangan Pihak Terkait, dan keterangan Bawaslu, serta pengesahan alat bukti.
KPU Menjawab
KPU (Termohon) dalam jawabannya berpendapat bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum karena Pemohon sebagai Pemohon Perseorangan, harusnya mempersoalkan perolehan suara antar calon anggota legislatif dari partai NasDem dan menuntut perolehan suara yang benar serta pengaruhnya terhadap perolehan kursi Pemohon. Namun, Pemohon hanya menuntut pemungutan suara ulang di 5 dan atau 6 kelurahan di 2 Kecamatan Bolaang Timur dan Passi Barat.
“Pemohon tidak sedikit pun menguraikan keterkaitan antara perolehan suara Pemohon dan Pihak Terkait dan pengaruhnya terhadap perolehan kursi di Dapil Sulawesi Utara 4,” kata kuasa hukum KPU (Termohon), Rakhmat Mulyana.
Kemudian, Termohon dalam eksepsinya menyatakan bahwa Pemohon tidak menguraikan dengan jelas berapa alokasi kursi DPRD Provinsi Sulawesi Utara yang tersedia untuk Dapil Sulut 4 dan bagaimana perubahan perolehan suara yang didalilkan oleh Pemohon dapat mempengaruhi Perolehan kursi bagi Pemohon serta pengaruhnya terhadap perolehan kursi pihak lain baik terhadap internal partai maupun antar partai terhadap partai lain. Oleh karena itu, permohonan Pemohon harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Terkait pelanggaran pemilu yang didalilkan Pemohon, tidak ada uraian terkait pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 dan 284 UU Pemilu. Kemudian, Termohon juga tidak pernah mendapat informasi atau rekomendasi bahwa Bawaslu Provinsi Sulut pernah menerima laporan atau temuan adanya dugaan pelanggaran pemilu sebagaimana didalilkan oleh Pemohon. Hal ini menjadikan posita dan petitum Pemohon menjadi mengada-ada.
Kemudian, Termohon menganggap permohonan Pemohon bersifat tidak jelas. Permohonan Pemohon kabur karena dalam petitum, Pemohon meminta adanya PSU yang tidak dijelaskan alasannya dalam pokok permohonan. Oleh karena itu, Mahkamah sudah selayaknya memutus untuk menolak permohonan Pemohon.
Persidangan ini juga mengagendakan mendengar keterangan Bawaslu yang diwakili Zulkifli Densi. Di depan persidangan Zulkifli Bawaslu Sulawesi Utara dan Bawaslu Kabupaten Bolaang Mongondow tidak menangani dugaan pelanggaran pemilu baik yang bersumber dari laporan maupun temuan terkait dengan pokok permohonan Pemohon mengenai hasil pemilu dan pelanggaran prosedur.
Baca juga:
Caleg DPRD Sulut Belum Kantongi Rekomendasi DPP NasDem untuk Ajukan PHPU
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.