JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pendahuluan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPR-DPRD pada Kamis (2/5/2024) pagi. Sidang ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Sidang yang digelar di Ruang Sidang Panel 3 MK ini untuk memeriksa Perkara Nomor 03-02-04-11/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024. Perkara ini diajukan oleh Hendra Widjaja, calon Anggota DPRD Provinsi dari Partai Golongan Karya (Golkar) nomor urut 7 untuk Daerah Pemilihan Jakarta 9 (Wilayah Kecamatan Kalideres, Cengkareng, dan Tambora) dengan objek permohonan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024.
Dalam persidangan, Pemohon mendalilkan terjadi pelanggaran administrasi, pelanggaran proses Pemilu, dan terjadi penggelembungan suara. Menurut Pemohon, pasca-pencoblosan dan perhitungan suara yang dimulai pada 14 Februari 2024, hasil rekapitulasi di tingkat KPPS, PPS, dan kecamatan telah menunjukkan adanya dugaan pelanggaran administratif pemilu. Dugaan tersebut dilakukan oleh Ketua dan Anggota PPK Kecamatan Kalideres, yang melakukan rekapitulasi di tingkat Kecamatan Kalideres tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Mereka dikatakan melakukan rekapitulasi tandingan di luar tempat yang telah ditentukan (Sekolah Mutiara Bangsa Citra 1 Jakarta Barat), yaitu di ruangan kamar Hotel Permata Bandara.
Terhadap peristiwa tersebut, Pemohon telah melaporkan adanya dugaan pelanggaran etik dan dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan bersama-sama, sebagaimana tercantum dalam Bukti Formulir Laporan No. 011/LP/PL/Prov/12.00/111/2024, tertanggal 7 Maret 2024.
Hasil laporan Pemohon pada tanggal 7 Maret 2024, yang telah terdaftar dengan nomor Laporan No. 011/LP/PL/Prov/12.00111112024, telah diperbaiki berdasarkan saran hasil konsultasi dengan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menerima kembali laporan terkait dugaan pelanggaran administrasi tersebut pada tanggal 16 Maret 2024, yang telah terdaftar oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan Laporan No. 024/LP/PL/Prov/12.00/111/2024.
“Kami sudah berupaya dengan melakukan Pelaporan kepada Bawaslu DKI Jakarta dan alhamdulillah sesuai dengan bukti yang kami ajukan pada jam 08.43 pagi, kamu sudah ajukan bukti tambahan putusan Bawaslu terkait Pelanggaran administratif dan juga informasi penggelembungan sudah ditindak lanjuti oleh Gakkumdu Polda Metro Jaya,” ungkap M. Holid selaku kuasa Pemohon.
Selain terkait dengan dugaan pelanggaran di atas, Pemohon juga mendalilkan adanya dugaan penggelembungan suara. Menurut Pemohon, pasca-pencoblosan pada tanggal 14 Februari 2024 dan proses perhitungan suara berdasarkan D.Hasil, seharusnya Pemohon memiliki suara tertinggi sebagai calon legislatif DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Partai Golongan Karya untuk daerah pemilihan Jakarta 9. Namun, Termohon menetapkan bahwa suara tertinggi diperoleh oleh rekan separtai Pemohon dengan nomor urut 2, yaitu Andri Santosa.
Menurut Kuasa Pemohon, baik menurut Termohon maupun Pemohon, suara yang diperoleh Pemohon adalah sebanyak suara 11.222 suara. Sementara Andri Santosa, menurut Pemohon, seharusnya memperoleh suara 10.168 suara, tetapi oleh Termohon ditetapkan perolehan suaranya 11.615 suara. Dengan demikian terdapat selisih 1.147 suara. Pemohon menduga bahwa penggelembungan suara ini dilakukan oleh oknum Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) Kecamatan Kalideres Jakarta Barat yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 2 Maret 2024.
“Menurut Termohon, sesuai dengan ketetapan KPU, calon legislatif atas nama Andri Santosa nomor 2 memperoleh 11.615 suara. Sedangkan Pemohon, Hendra Wijaya caleg nomor 7, memperoleh 11.222 suara. Menurut Pemohon, berdasarkan C-Hasil yang ditemukan dari adanya penggelembungan di 138 TPS, suara caleg atas nama Andri Santosa seharusnya adalah 10.168 suara, sedangkan Hendra Wijaya mempertahankan jumlah 11.222 suara,” ujar M. Holid.
Dalam permohonannya, Pemohon meminta MK untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 terkait hasil perolehan suara Pemilu. Selain itu, Pemohon juga meminta MK untuk menetapkan hasil perolehan suara yang menurut Pemohon benar. (*)
Penulis: Adam Ilyas
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina