JAKARTA, HUMAS MKRI – Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) bersama sejumlah badan hukum yang menjalankan usaha dalam bidang jasa/hiburan menginginkan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang berisi ketentuan khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen dihapuskan. Para Pemohon Perkara Nomor 32/PUU-XXII/2024 ini hanya ingin tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10 persen sebagaimana ketentuan Pasal 58 ayat (1) UU HKPD.
“Permohonan ini adalah mengharapkan Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dihapuskan dan dengan demikian diberlakukan ketentuan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022,” ujar kuasa hukum Pemohon, Muhammad Joni dalam sidang perbaikan permohonan pada Kamis (14/3/2024) di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Dalam petitumnya, Para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 58 ayat (2) UU 1/2022 yang berbunyi, “Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, permohonan ini akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan Pemohon dapat menunggu nasib permohonan ini.
Baca juga:
Sejumlah Pengusaha Persoalkan Pengkhususan Tarif Pajak Hiburan
Sebagai informasi, permohonan Perkara Nomor 32/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh para pengusaha yang mewakili enam badan hukum yang menjalankan usaha dalam bidang pariwisata dan jasa/hiburan, yaitu Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI), PT Kawasan Pantai Indah, CV. Puspita Nirwana, PT Serpong Abadi Sejahtera, PT Citra Kreasi Terbaik, dan PT Serpong Kompleks Berkarya. Para Pemohon mengaku mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 58 ayat (2) UU HKPD yang mengatur pengkhususan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Pasal 58 ayat (2) UU HKPD menyatakan, “Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4O% (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).”
“Adanya perlakuan yang berbeda secara khusus dan karena itu bersifat diskriminatif terhadap lima jenis pajak hiburan tertentu dan karena itu merugikan secara materiil dan merugikan secara kepentingan konstitusional dari Para Pemohon,” ujar kuasa hukum Para Pemohon, Muhammad Joni, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada Kamis (29/2/2024) di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat.
Menurut Para Pemohon, norma pasal yang diuji bersifat diskriminatif dalam pengenaan tarif pajak hiburan tertentu. Sementara, kata Para Pemohon, diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa adalah nama jenis usaha bersifat umum yang tidak identik diklaim bersifat mewah (luxury) dan tak seharusnya perlu dikendalikan.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Fauzan F.