JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian materiil Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), sejumlah pasal dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, serta Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Kamis (14/3/2024). Para Pemohon ialah mantan notaris dan notaris aktif yang memiliki hubungan ayah dan anak bernama Sunyoto (Pemohon I) dan Jaka Fiton (Pemohon II).
Sunyoto akan menginjak usia 70 tahun pada tahun ini. Sunyoto sudah tidak lagi menjabat notaris sejak 5 Mei 2022 karena telah memasuki usia pensiun. Dia adalah ayah dari Pemohon II, yang masih menjadi notaris sampai 25 Oktober 2044. Sang anak pun bertindak sebagai kuasa dari ayahnya untuk mengajukan permohonan dalam Perkara Nomor 34/PUU-XXII/2024.
Jaka mengatakan telah menyesuaikan batu uji yang diajukan sesuai nasihat Majelis Hakim Konstitusi pada sidang pemeriksaan pendahuluan pekan lalu. Dia juga mengaku telah mengecek dan mempelajari permohonan atau putusan mengenai UU Jabatan Notaris yang telah diuji di MK untuk memastikan permohonannya tidak ne bis in idem.
Selain itu, para Pemohon telah memperbaiki kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonannya. Para Pemohon mendalilkan notaris seharusnya diperlakukan sama dengan advokat dan dokter gigi yang tidak mempunyai masa akhir jabatan.
“Notaris dianggap sebagai pejabat negara yang tunduk pada institusi adalah tidak benar karena kami adalah bukan pejabat ASN, bukan pejabat negara, dan sekalipun jika kami menjadi pejabat negara kami harus melakukan cuti, tidak lagi sebagai notaris,” ujar Jaka dalam sidang yang diikutinya melalui daring.
Di sisi lain, Jaka mendalilkan, terdapat diskriminasi antara notaris yang aktif dan tidak aktif. Notaris yang sudah tidak lagi aktif dapat dikenakan tuntutan yang berlaku surut karena ketika yang bersangkutan ditetapkan sudah tidak lagi menjabat sebagai notaris, maka dia tidak bisa lagi mendapat perlindungan dari majelis kehormatan notaris, baik perdata maupun pidana.
Para Pemohon menginginkan masa jabatan notaris bisa diperpanjang selagi masih sehat. Setelah masa perpanjangan tersebut pun, para Pemohon menginginkan terus masih bisa menjabat sepanjang mendapatkan rekomendasi dari majelis pengawas notaris dengan menyampaikan bukti surat keterangan sehat fisik, mental, dan lainnya.
“Kemudian mengenai akta autentik yang disandingkan dengan UU ITE sehingga kami menganggap akta autentik harus bisa menjadi dokumen elektronik atau dikenal dengan akta autentik digital,” imbuh Jaka.
Sidang ini dipimpin Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dengan didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Arsul Sani. Sebelum menutup persidangan, Ridwan mengatakan, permohonan Perkara Nomor 34/PUU-XXII/2024 akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk ditentukan nasibnya apakah menuju ke sidang pemeriksaan lanjutan atau diputus tanpa pleno.
Baca juga:
Mantan Notaris dan Anaknya yang Notaris Uji Ketentuan Jabatan Notaris
Sebagai informasi, Para Pemohon telah menyebutkan sejumlah kerugian akibat berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji. Kerugian tersebut antara lain, kerugian akibat adanya kekosongan, celah, disharmoni oleh tradisi sejak masa kolonial Hindia-Belanda yang tetap diadaptasi dengan berlakunya ketentuan Pasal 1868 KUHPer, Pasal 165 HIR, Pasal 285 RGB, dan Pasal 1 ayat (7) UU Jabatan Notaris; kerugian akibat adanya pembatasan usia disebabkan dengan berlakunya ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris; kerugian akibat adanya pembatasan wilayah jabatan Notaris disebabkan dengan berlakunya ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 18 dan Pasal 19 ayat (1), (2) dan (3) UU Jabatan Notaris; kerugian akibat adanya pengeculian rangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan/atau Pejabat Lelang Kelas II namun tidak ada kepastian hukum di luar UU Jabatan Notaris atas pengaturan yang setara berdasarkan norma Undang-Undang, mirisnya hanya berdasarkan peraturan di bawah undang-undang disebabkan dengan berlakunya ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf g UU Jabatan Notaris; kerugian akibat adanya larangan rangkap pekerjaan apapun namun sangat multi tafsir, sedemikian luas, umum dan tidak terhingga dalam mengkungkung kehidupan diluar profesi yang diemban sebagai pribadi bukan lagi sekedar dari predikat jabatan umumnya disebabkan dengan berlakunya ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf i UU Jabatan Notaris; kerugian akibat adanya pembatasan bagi Para Pemohon untuk menentukan bagi dirinya sendiri honorarium dalam rangka meraih taraf hidup dan kesempatan yang setara dengan warga negara lainnya disebabkan diberlakukannya ketentuan Pasal 36 ayat (2), (3) dan (4) UU Jabatan Notaris; kerugian organisasi tunggal bagi Para Pemohon membelenggu dan memutilasi haknya menguji secara tuntas berupa kebebasan menentukan mana yang paling tepat, ideal dan minim atau tanpa indikasi kolusi, korupsi dan nepotisme, yang hanya fokus kepada kualitas anggotanya disebabkan diberlakukannya ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU Jabatan Notaris; serta kerugian akibat akta otentik tidak teridentifikasi secara tegas dan harfiah sesederhananya belum menjadi bagian atau tidak terjangkau di dalam definisi dokumen elektronik. Merujuk kepada fakta kontekstual kekinian bagi notaris sebagai profesi atau pejabat umum, yaitu tidak eksis dan berdiri sendirian di semesta ini, yang menjadikannya terisolasi dalam lalu lintas peradaban teknologi dan pergaulan masyarakat modern yang sudah tiada sekat dan lintas batas, sedemikian bertransformasi digital dalam kehidupannya serta pelayanan, standar dan praktik terbaik yang dikehendaki dalam transaksi, kebutuhan, kepentingan dan keperluan privat maupun publik untuk dipenuhinya aspek-aspek di antaranya mobilitas, keutuhan, kenyamanan, keamanan, konektivitas, integrasi, ketepatan dan kecepatan meskipun berlaku Pasal 1 ayat (4) UU ITE.
Dalam petitumnya, Para Pemohon meminta Mahkamah membuat norma baru dan sekaligus memohon untuk menambahkan persyaratan baru dan bukan sekadar memaknai ataupun memberi makna baru terhadap pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji tersebut. Para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan ketentuan-ketentuan yang diuji itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan Para Pemohon memberikan pemaknaan alternatif pada pasal-pasal yang diuji.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Fauzan F.