JAKARTA, HUMAS MKRI – Seorang advokat bernama Deddy Rizaldy Arwin Gommo mengajukan permohonan uji materi Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) sebagaimana telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022. Menurutnya, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Pasal 28 ayat (3) UU Advokat sebagaimana telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022, menyatakan, "Pimpinan Organisasi Advokat memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah”
Kuasa hukum Pemohon, Actaviani Carolina Laromang Putri, dalam persidangan mengatakan berlakunya pasal tersebut menyebabkan terjadinya ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum mengenai jabatan pemimpin organisasi khususnya organisasi advokat. Selama ini pembatasan jabatan pimpinan organisasi advokat hanya didasarkan pada ketentuan AD/ART organisasi. Akan tetapi, apabila melihat pada kewenangan dari pemimpin organisasi yang begitu besar dalam mengambil kebijakan dan mempengaruhi anggota, maka ketentuan keterlibatan pemimpin organisasi advokat butuh untuk diatur.
“Sehingga dengan demikian ada suatu penegasan yang lebih tegas dan pasti pada taraf undang-undang untuk mengatur batasan jabatan pemimpin organisasi advokat,” ujar Actaviani dalam sidang panel pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 22/PUU-XXII/2024 yang digelar
di Ruang Sidang Pleno MK pada Senin (12/2/2024). Sidang panel ini dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Pemohon dalam permohonannya menjelaskan, larangan bagi ketua organisasi advokat untuk bergabung sebagai tim pemenangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dapat dikaitkan dengan kebutuhan untuk menjaga integritas, kemandirian, dan martabat profesi advokat, sebagaimana diamanatkan Pasal 20 UU Advokat. Jika larangan tersebut tidak diterapkan, terdapat potensi terganggunya tujuan dari pasal tersebut yang bertujuan untuk melindungi kepentingan tugas dan martabat profesinya.
Keanggotaan ketua organisasi advokat dalam tim pemenangan capres dan cawapres dapat menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan kebebasan advokat dalam memberikan pelayanan hukum tanpa adanya pengaruh politik yang mungkin dapat merugikan klien atau masyarakat. Penting untuk mencermati hak konstitusional masyarakat terhadap pelayanan hukum yang adil, netral, dan independen. Jika ketua organisasi advokat terlibat dalam aktivitas politik yang tidak sejalan dengan larangan dalam Pasal 20 UU Advokat tersebut, ada potensi hak konstitusional masyarakat untuk mendapatkan pelayanan hukum yang bebas dari intervensi politik akan terhambat
“Dengan uraian di atas maka sudah sepatut dan sewajarnya diadakan larangan atas partisipasi ketua organisasi advokat dalam tim pemenangan calon presiden dan wakil presiden. Pemberlakuan larangan ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menjaga kebebasan dan independensi advokat, yang pada gilirannya akan memastikan bahwa pelayanan hukum yang diberikan tetap berkualitas dan adil,” kata Actaviani.
Actaviani melanjutkan, melalui larangan tersebut, kepentingan hak konstitusional masyarakat untuk mendapatkan pelayanan hukum yang bebas dari intervensi politik dapat dijaga. Kepercayaan masyarakat terhadap profesi advokat tetap terjaga dan hak-hak konstitusional mereka terlindungi dengan baik. Menurut Pemohon, sudah sepatut dan sewajarnya apabila kekuasaan sebagai pemimpin organisasi advokat untuk dibatasi jabatannya untuk menghindari penyalahgunaan dan penyelewengan kekuasaan termasuk menghindari terbentuknya kekuasaan yang didasari kepentingan organisasi advokat pada sosok atau kelompok tertentu saja.
“Bahwa adalah penting untuk mendalami implikasi dari larangan keikutsertaan ketua organisasi advokat dalam pemenangan calon presiden dan wakil presiden, karena hal ini dapat dilihat sebagai langkah proaktif untuk mencegah timbulnya rangkaian peristiwa yang dapat menimbulkan polemik yang tidak berkesudahan,” tutur dia.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK Menyatakan Pasal 28 ayat (3) UU Advokat sebagaimana telah dimaknai Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "Pimpinan Organisasi Advokat memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah termasuk pimpinan tim sukses pemenangan calon presiden dan wakil presiden”.
Nasihat Hakim
Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam persidangan menasihati Pemohon agar menguraikan perbandingan dengan negara-negara lain mengenai boleh tidaknya advokat menjadi tim sukses capres-cawapres. Sementara, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta Pemohon mengelaborasi yang dimaksud pimpinan organisasi, apakah hanya ketua umum organisasi, atau termasuk juga wakil ketua atau sekretaris jenderal (sekjen) serta apakah khusus pimpinan organisasi di tingkat pusat atau berlaku juga untuk daerah.
“Supaya nanti bisa meyakinkan. Kalau misalnya ketua umum, pertanyaannya kalau sekjen boleh dong, atau bendahara umumnya boleh?” kata Daniel.
Sebelum menutup persidangan, Saldi Isra mengatakan, Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk mengajukan perbaikan permohonan atau maksimal sampai Senin, 26 Februari 2024 pukul 09.00 WIB. Saldi mengatakan, Pemohon dapat menyampaikan perbaikan permohonan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.