JAKARTA, HUMAS MKRI – Aturan batas usia jabatan notaris sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Notaris) kembali diuji. Sebanyak 22 notaris tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 14/PUU-XXII/2024.
Dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang digelar pada Senin (12/2/2024), Pemohon yang diwakili Saiful Anam mengatakan dengan dibatasinya masa pensiun notaris di umur 65 tahun akan berpotensi menjadi beban negara. Hal ini karena para notaris yang berusia 65 tahun tersebut tidak memiliki pemasukan karena diharuskan pensiun. Menurut Pemohon, hal tersebut tidak hanya akan menjadi beban keluarga, namun juga akan menjadi beban negara untuk memberikan bantuan dan perlindungan serta penghidupan yang layak bagi seorang notaris.
Saiful menambahkan para Pemohon dirugikan dengan berlakunya Pasal 8 ayat (2) UU Notaris, yang dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan. Dengan adanya pengaturan norma Pasal 8 ayat (2) UU Notaris, maka menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini dapat dilihat Pasal 8 ayat (1) huruf b UU Notaris telah ditentukan bahwa notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun. Namun dalam Pasal 8 ayat (2) UU Notaris ternyata usia notaris masih dapat diperpanjang sampai berusia 67 tahun, bahkan terdapat norma yang mengatur dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan. Dengan demikian, terdapat tiga norma yang saling bertentangan, yaitu notaris berhenti atau diberhentikan pada saat umur 65 tahun, kemudian terdapat pengaturan 67 sampai dengan adanya pengaturan kriteria pertimbangan kesehatan.
“Usia kronologis dan usia biologis mungkin tidak sama. Usia kronologis adalah jumlah tahun hidup (umur), sedangkan usia biologis mengacu pada usia sel dan jaringan berdasarkan bukti fisiologis. Dalam berbagai macam penelitian yang ada memprediksi Kesehatan tidak diukur oleh umur. Untuk menentukan usia biologis memerlukan tes medis untuk panjang telomer dan biomarker metilasi DNA, yaitu proses perubahan DNA sepanjang hidup. Berbeda dengan usia kronologis, usia biologis Anda dapat diubah. Hal-hal seperti pola makan, olahraga, tingkat stres, kualitas tidur, dan merokok dapat memengaruhi usia biologis Anda, dan mengubah kebiasaan dapat membuat perbedaan besar. Untuk itu tidak dapat diberikan batasan tentang kesehatan seseorang hanya dengan diukur oleh umur semata, akan tetapi membutuhkan tes kesehatan kepada yang bersangkutan,” terang Saiful.
Kemudian Saiful pun menegaskan, apabila dihubungkan dengan batas usia notaris, maka tidak dapat menjadi patokan adalah umur atau usia kronologis seseorang. Akan tetapi, lanjutnya, perlu alat bantu atau ilmu pengetahuan lain, yaitu yang berkenaan dengan ilmu Kesehatan. Dengan demikian, jelas sudah semestinya batas usia pensiun notaris harusnya tidak perlu dibatasi, namun hanya diperlukan dasar-dasar yang mempertimbangkan kesehatan dari notaris yang akan melakukan praktik di lapangan. Hal ini tentu sejalan dengan prinsip yang terkandung dalam Pasal 27 Ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) dan (2), Pasal 28H Ayat (1) adan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Apabila dilihat dari posisi dan jabatan notaris sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, meskipun notaris sebagai Pejabat Publik, namun kepada yang bersangkutan tidak mendapatkan pensiun sebagaimana Pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Untuk itu, karena notaris tidak mendapatkan pensiun dan keuangan dari negara, maka perlu untuk memberikan keleluasaan bagi notaris dalam menjalankan profesinya dengan tidak memberikan pembatasan dari segi umur kepada dirinya, yang terpenting yang bersangkutan mampu (sehat) jasmani dan rohani dalam menjalankan profesi notaris,” terang Saiful.
Menurut Para Pemohon, notaris yang telah berakhir masa jabatannya tetap harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sesuai dengan penjelasan dalam Pasal 65 UU Notaris, namun tidak terdapat perlindungan hukum terhadapnya. UU Notaris tidak mengatur secara khusus mengenai perlindungan hukum bagi notaris yang telah berakhir masa jabatannya, sehingga dalam hal ini terjadi kekosongan hukum. Berdasarkan dalil permohonan tersebut, Pemohon menyebut ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Notaris bertentangan dengan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.
“Untuk itu, kami selaku para Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tandas Saiful membacakan petitum.
Saran Perbaikan
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur meminta para Pemohon untuk mengelaborasi dasar pengujian dan alasan permohonan. “Dasar-dasar pengujian, alasan dan sebagainya dapat lebih digemukkan sedikit. Nah kedudukan pemohon sebetulnya menarik sekali permohonan ini, di kedudukan hukum Pemohon dapat menjelaskan kualifikasi pemohon dan memiliki parameter syarat dari kerugian konstitusional itu,” terang Ridwan.
Hal yang sama dikatakan oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani. Ia menyarankan Para Pemohon untuk mengelaborasi kembali permohonannya agar dapat menyakinkan Majelis Hakim. “Agar kami betul-betul teryakinkan bahwa pada akhirnya apa ya nanti akan diputuskan oleh Majelis. Karena nanti Majelis Panel akan melaporkan kepada Pleno yang terdiri dari seluruh Hakim Konstitusi,” ujar Arsul.
Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan permohonan paling lambat diterima oleh Mahkamah Konstitusi pada 26 Februari 2024 pukul 09.00 WIB. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.