JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada Jumat (2/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang ini beragenda konfirmasi pencabutan atau penarikan kembali permohonan Perkara Nomor 1/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh seorang Advokat, Abdul Hakim.
Pada kesempatan sidang kali ini, Ketua Sidang Panel MK Suhartoyo menyampaikan Mahkamah telah menerima permohonan pencabutan atau penarikan permohonan tersebut. Akan tetapi, yang menjadi persoalan, pencabutan permohonan hanya diajukan oleh salah seorang kuasa hukum Pemohon. Sementara jumlah kuasa hukum Pemohon ada 10 orang.
“Dari banyak kuasa hukum, kok hanya satu yang mengajukan. Apakah (kuasa hukum) yang lain dan prinsipal juga telah bersepakat?” tanya Suhartoyo.
Menanggapi pertanyaan tersebut Actaviani Carolina selaku kuasa pemohon menyatakan kuasa hukum yang lain dan prinsipal telah sepakat untuk mencabut atau menarik kembali permohonan Perkara Nomor 1/PUU-XXII/2024 tersebut.
Baca juga:
Advokat Minta Unsur Motif Menjadi Pertimbangan Hukuman
Advokat Perbaiki Uji Unsur Motif dalam KUHP
Sebagai tambahan informasi, seorang Advokat bernama Abdul Hakim, menguji Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Abdul Hakim (Pemohon) mengujikan unsur ”Motif” dalam Pasal 340 KUHP yang menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 1/PUU-XXII/2024 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (17/1/2024) Pemohon yang diwakili kuasanya, Nathan Christy Noah menjelaskan bahwa sebagai seorang advokat Pemohon sering kali memberi bantuan hukum dalam perkara tindak pidana pembunuhan maupun pembunuhan berencana. “Dalam proses bantuan hukum tersebut, Pemohon merasa tidak adanya pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif terhadap penentuan ‘motif’ dalam tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana tercantum dalam Pasal 340 KUHP,” ujar Nathan.
Padahal menurut Pemohon, motif merupakan aspek penting dalam mempertimbangkan putusan di pengadilan. Artinya, semakin berat motifnya, semakin tinggi tingkat kesalahannya sehingga hukuman yang dijatuhkan semakin berat. Berlaku juga sebaliknya, semakin ringan motifnya semakin rendah kesalahannya, maka semakin ringan hukuman yang akan dijatuhkan. Pemohon menambahkan bahwa menjadi suatu ketidakadilan apabila pembunuhan berencana yang dilakukan dengan motif pembelaan diri dan pembunuhan berencana dengan motif balas dendam dijatuhi dengan hukuman sama karena memenuhi unsur delik yang sama tanpa dipertimbangkan lebih dahulu motif delik sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan.
Pemohon dalam petitumnya meminta MK agar menyatakan Pasal 340 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan memiliki maksud, dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.