JAKARTA, HUMAS MKRI – Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli dan Ketua DPRD Sorong Selatan Martinus Maga (Para Pemohon) menghadirkan dua orang saksi dalam persidangan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya (UU Papua Barat Daya) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (30/1/2024). Saksi bernama James Imanuel Tipawael dalam keterangannya menegaskan pelayanan masyarakat di Kampung Botain masih dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong Selatan meskipun dinyatakan telah berada di luar wilayah Sorong Selatan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 89 Tahun 2019.
“Iya Yang Mulia sampai sekarang. Ada pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan tinggalkan, misalnya membiayai gaji,” ujar James menjawab pertanyaan dari Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih terkait pertanyaan apakah Pemkab Sorong Selatan masih melaksanakan pelayanan di Kampung Botain.
Enny kemudian bertanya, apakah Pemkab Sorong tidak melakukan pelayanan di Kampung Botain? “Tidak sama sekali Yang Mulia, karena guru-guru apa masih terima gaji dari Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan. Mereka pegawai negeri Sorong Selatan,” jawab James.
Lalu James juga menjawab pertanyaan Enny terkait apakah mereka mendapatkan gaji ganda dari Sorong Selatan dan Sorong. “Tidak Yang Mulia, dan mereka (Pemkab Sorong) tidak pernah melakukan pelayanan di sana karena penyelenggaraan pemerintahan distrik mereka tidak di ibu kota Botain, tapi di kampung yang lain,” lanjut James.
James merupakan mantan Kepala Bagian Pemerintahan Kampung Setda Kabupaten Sorong Selatan dan Koordinator Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten Sorong Selatan yang ikut terlibat dalam proses-proses yang telah ditempuh Pemkab Sorong Selatan dalam penyelesaian batas daerah antara Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Sorong. Menurut James, penetapan Permendagri 89/2019 tentang Batas Daerah Antara Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat tidak dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.
Permendagri 141/2017 menegaskan, dasar penetapan Permendagri tentang batas antardaerah kabupaten/kota harus didasarkan pada kesepakatan para bupati dan mendapat rekomendasi gubernur. Sedangkan, kata James, yang menjadi dasar penetapan Permendagri 89/2019 adalah berita acara rapat para kepala bagian tentang titik koordinat batas daerah, yang belum ada kesepakatan antara kedua pihak.
“Dengan penetapan Permendagri Nomor 89 Tahun 2019 yang tidak prosedural, menyebabkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut cacat hukum sehingga seharusnya tidak dapat dijadikan sebagai rujukan pembentukan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya,” ucap James.
Saksi lain yang dihadirkan Pemohon, Fredrik Sagisolo, mengatakan keberadaan masyarakat yang mendiami Kampung Botain Distrik Saifi Kabupaten Sorong Selatan telah ada cukup lama dan telah terlayani oleh Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan. Menurut dia, masyarakat yang mendiami Kampung Botain secara adat dan budaya merupakan masyarakat yang berasal dari Sub Suku Tehit Ogit Yaben dan berbahasa Tehit dari Kabupaten Sorong Selatan.
Fredrik merupakan Ketua Dewan Persekutuan Masyarakat Adat “Knasaimos” (Saifi, Imian, Ogit-Yaben, Srer, dan Salmit-Klauwsa) Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua Barat Daya. Saat pembentukan Kabupaten Sorong Selatan, Fredrik ketika itu dalam kapasitas sebagai Kepala Distrik Seremuk dan terlibat dalam organisasi adat Knasaimos.
Menurut dia, implementasi Permendagri 89/2019 telah menimbulkan penolakan dari masyarakat yang mendiami Kampung Botain karena perumusan Permendagri tersebut dinilai dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat adat setempat. Dia mengeklaim, masyarakat Botain telah menyatakan sikap tidak ingin menjadi bagian wilayah Kabupaten Sorong dan menginginkan tetap berada di Kabupaten Sorong Selatan.
“Masyarakat adat menilai bahwa itu sepihak yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sorong karena tidak melalui satu musyawarah bersama dengan masyarakat adat,” kata Fredrik.
Cakupan Papua Barat Daya
Pada persidangan kali ini, Presiden/Pemerintah diwakili Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Analis Kebijakan Ahli Muda Wilayah IIIB Sub Direktorat Batas Antar Daerah Wilayah III Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Hanafi dalam keterangannya mengatakan telah memfasilitasi secara intens terkait persoalan implementasi Permendagri 89/2019 pada 2022. Saat itu, beriringan pula dengan penyusunan Rancangan UU (RUU) Pembentukan Papua Barat Daya.
Hanafi mengungkapkan, meskipun terdapat persoalan batas Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan terkait Kampung Botain, kedua-duanya tetap calon wilayah-wilayah yang masuk ke provinsi baru Papua Barat Daya, bukan berada di wilayah terluar yang berbatasan dengan provinsi lain. Dengan demikian, jelas Hanafi, dengan adanya permasalahan batas wilayan kedua kabupaten itu tak mempengaruhi proses penyusunan Rancangan UU Pembentukan Papua Barat Daya.
“Sehingga apapun yang terjadi di situ, itu masih cakupannya Papua Barat Daya,” kata dia.
Hanafi menambahkan, penyusunan peta wilayah sebagai Lampiran dalam RUU tersebut, pemerintah menggunakan data-data yang memiliki dasar hukum. Salah satunya Permendagri tentang Batas Daerah yang telah ditetapkan. Saat merumuskan Peta Lampiran dalam RUU Pembentukan Papua Barat Daya, garis batas Kabupaten Sorong dan Sorong Selatan, Pemerintah menggunakan garis batas yang tertuang dalam Permendagri 89/2019.
“Hingga waktu-waktu terakhir RUU tersebut akan disahkan, fasilitasi dari Provinsi Papua Barat dalam hal itu berdasarkan surat Dirjen kami kepada Gubernur belum ada laporan, belum ada respons sehingga mau tidak mau garis batas yang muncul pada Peta Lampiran RUU tersebut adalah garis batas yang tetap sesuai dengan Permendagri 89 Tahun 2019,” jelas Hanafi.
Baca juga:
Bupati Sorong Selatan Klaim Kampung Botain Masuk Wilayahnya
Perkuat Klaim Atas Kampung Botain, Ketua DPRD Sorong Selatan Masuk sebagai Pemohon
Pemerintah: Kampung Botain Jauh di Luar Wilayah Kabupaten Sorong Selatan
Sebagai informasi, Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli dan Ketua DPRD Sorong Selatan Martinus Maga, mengajukan pengujian Lampiran I Huruf A Kabupaten Sorong angka 29 Distrik Botain Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya (UU PBD) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 106/PUU-XXI/2023 yang digelar di MK pada Kamis (21/09/2023), Samsudin Anggiluli (Pemohon) melalui kuasa hukum Jamses E. Sihaloho mendalilkan pasal-pasal yang dimohonkan pengujian tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Lebih rinci Jamses menyebutkan ketentuan pasal-pasal pembentukan Provinsi Papua Barat Daya tersebut tidak sesuai dengan fakta secara historis, yuridis, dan geografis yang telah ada sebelumnya. Sehingga, selaku kepala daerah dan unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Sorong Selatan, Pemohon merasa dirugikan hak dan kewenangan konstitusionalnya. Pada kenyataannya penduduk yang tinggal atau hidup dalam Kampung Botain yakni Suku Tahit Yaben merupakan suku asli dari Kabupaten Sorong Selatan. Sejak 2002 masyarakat tersebut telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kabupaten Sorong Selatan dan telah pula menerima manfaat pelayanan dari Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan. Ditambah pula, sambung Jamses, masyarakat tersebut turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi Pemilu dan Pilkada 2004–2020 lalu melalui KPUD Sorong Selatan.
Atas permohonan ini, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Lampiran I huruf A Kabupaten Sorong angka 29 Distrik Botain UU PBD inkonstitusional secara bersyarat dengan UUD 1945 sepanjang memasukkan Kampung Botain yang merupakan Kampung dari Distrik Saifi Kabupaten Sorong Selatan ke dalam Distrik Botain Kabupaten Sorong.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.