JAKARTA, HUMAS MKRI – Pemohon Nomor 166/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian ketentuan mengenai citra diri peserta pemilu dalam Pasal 1 angka 35, Pasal 274 ayat (1), Pasal 280 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 286 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) membacakan perbaikan permohonannya dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (22/1/2024). Permohonan ini diajukan seorang advokat bernama Gugum Ridho Putra.
Pemohon dalam perbaikan permohonannya mengubah batu uji. “Batu ujinya kami ubah menjadi Pasal 28F dan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,” ujar kuasa hukum Pemohon, M. Iqbal Sumarlan Putra di hadapan Majelis Sidang Panel yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Iqbal mengatakan, ketentuan Pasal 1 angka 35 sudah pernah diuji dan diputus Mahkamah, tetapi Pemohon meyakini dasar pengujian dan alasan permohonan berbeda. Pengujian sebelumnya terkait konstitusionalitas hak partai politik untuk melaksanakan pendidikan politik. Sedangkan Pemohon mengajukan permohonan pengujian atas frasa “Citra Diri Peserta Pemilu” pada Ketentuan Pasal 1 angka 35, Pasal 274 ayat (1), Pasal 280 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 286 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu terhadap Pasal 28F dan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca juga:
Pejabat Negara Kampanye Berpotensi Konflik Kepentingan
Pemohon mengajukan tiga pokok pengujian atas ketentuan-ketentuan UU Pemilu yakni mengenai ketiadaan larangan mengikuti kampanye bagi jabatan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang memiliki hubungan keluarga/semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Peserta Pemilu; ketiadaan larangan dan sanksi bagi Pihak Lain di luar Peserta Pemilu, pelaksana dan tim kampanye untuk memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara dan/atau Pemilih yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM); serta ketiadaan larangan bagi Peserta Pemilu untuk menggunakan citra diri berupa foto/gambar, suara, gabungan foto/gambar dan suara yang dipoles dan dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi digital ataupun teknologi artificial intelligence (AI) seolah-olah sebagai citra diri yang otentik. Menurut Pemohon, dari tiga pokok pengujian itu, semuanya tidak hanya bersinggungan dengan penyelenggaraan Pemilu yang bebas, jujur, dan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) dan 28F UUD 1945, tetapi juga bersinggungan secara langsung dengan etika pejabat publik atau penyelenggara negara ketika dihadapkan dengan kontestasi pemilu.
Menurut Pemohon, terdapat kekosongan hukum dalam aturan kampanye pada penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang di tengah potensi adanya konflik kepentingan dan tidak adanya pembatasan penampilan citra diri. Asas pemilu jujur diwujudkan dengan pembebanan kewajiban kepada semua pihak yang terlibat dalam pemilu, baik itu penyelenggara, pemerintah, partai, peserta, pengawas, dan pemantau pemilu termasuk pemilih untuk tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan, asas pemilu yang adil mengharuskan semua pihak yang terlibat dalam pemilu mendapatkan perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Petitum
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 1 angka 3, Pasal 274 ayat (1), Pasal 280 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 286 ayat (1), Pasal 286 ayat (2), Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon meminta MK memaknai kembali masing-masing norma tersebut sebagai berikut:
Pasal 1 angka 35 menjadi berbunyi: “Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu berupa nomor urut, foto/gambar, suara, gabungan foto/gambar dan suara terbaru Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tanpa manipulasi digital ataupun teknologi artificial intelligence (AI), atau setidak-tidaknya mewajibkan peserta pemilu mencantumkan keterangan yang dapat dibaca dengan jelas bahwa nomor urut, foto/gambar, suara, gabungan foto/gambar dan suara yang dipergunakan merupakan hasil manipulasi digital dan/atau teknologi artificial intelligence (AI).”
Pasal 274 ayat (1) menjadi berbunyi: “Materi kampanye meliputi: a.visi, misi, dan program Pasangan Calon untuk Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; b. visi, misi, dan program partai politik untuk Partai Politik Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR, anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota; c. visi, misi, dan program yang bersangkutan untuk kampanye Perseorangan yang dilaksanakan oleh calon anggota DPD; d. citra diri nomor urut dan foto/gambar terbaru Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tanpa manipulasi digital ataupun teknologi artificial intelligence (AI), atau setidak-tidaknya mewajibkan peserta pemilu mencantumkan keterangan yang dapat dibaca dengan jelas bahwa nomor urut, foto/gambar, suara, gabungan foto/gambar dan suara yang dipergunakan merupakan hasil manipulasi digital dan/atau teknologi artificial intelligence (AI).”
Pasal 280 ayat (2) menjadi berbunyi: “Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi; b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia; d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah; e. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di Lembaga nonstruktural; f. Aparatur sipil negara; g. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; h. Kepala desa; i.Perangkat desa; j. Anggota badan permusyawaratan desa, k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih; dan l. Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta memiliki konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak jabatan masing-masing.”
Pasal 281 ayat (1) menjadi berbunyi: “Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubenur, wakil gubenur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan: a.tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; c. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing.”
Pasal 286 ayat (1) menjadi berbunyi: “Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye, termasuk pula pihak lain dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi Penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih.”
Pasal 286 ayat (2) menjadi berbunyi: “Pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang terbukti melakukan pelanggaran dan/atau memperoleh manfaat atau diuntungkan oleh pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai Pasangan Calon serta anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota oleh KPU.”
Pasal 299 ayat (1) menjadi berbunyi: “Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye sepanjang tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.