JAKARTA, HUMAS MKRI – Menjelang purnabakti sebagai hakim konstitusi, Wahiduddin Adams dan Manahan M. P. Sitompul menorehkan karya ilmiah di bidang hukum dalam bentuk buku. Arsul Sani sebelum pengucapan sumpah sebagai hakim konstitusi, juga menulis buku. Kemudian, MK menggelar acara peluncuran buku-buku tersebut pada Rabu 18/1/2024) pagi, di Lobi Ruang Sidang Pleno Gedung 1, MK, Jakarta Pusat.
Wahiduddin Adams menulis buku berjudul “Membiasakan Yang Benar: Kumpulan Tulisan dan Kesaksian Sahabat Dr. Wahiduddin Adams, S.H. M.A.” serta buku “70 Tahun Dr. Wahiduddin Adams, S.H. M.A. Dalam Pusaran Kehidupan dan Supremasi Konstitusi”. Sementara, Manahan menelurkan buku berjudul “Ora Et Labora: Perjuangan dan Pergulatan Anak Tarutung Menjadi Pengadil”. Kemudian, buku Arsul Sani berjudul “Keamanan Nasional dan Perlindungan HAM: Dialektika Kontraterorisme di Indonesia”.
Dalam sambutan Peluncuran Buku Hakim Konstitusi Tahun 2024, Ketua MK Suhartoyo meyakini masyarakat akan mendapatkan wawasan baru dan lebih berharga dari buku-buku yang dikeluarkan para hakim konstitusi ini. “Dengan membaca buku kita akan menambah khazanah, pandangan-pandangan kita, kemudian segala hal yang selama ini tidak kita ketahui menjadi kita tahu,” ujar dia.
Menurut Suhartoyo, dirinya mengingat bahwa buku “Membiasakan Yang Benar” ini terinspirasi dari perdebatan di ruang sidang. Ketika itu, ada argumen dari pemerintah yang menyatakan, “Praktik-praktik seperti ini sudah biasa dilakukan”. Kemudian, Suhartoyo melanjutkan, Wahiduddin Adams melontarkan pernyataan bahwa jangan membenarkan sesuatu yang biasa dilakukan, tetapi membiasakan sesuatu yang benar.
“Karena membenarkan sesuatu yang biasa itu masih belum teruji kebenarannya, tetapi ketika kemudian membiasakan sesuatu yang benar itu sesuatu yang pasti sudah teruji kebenarannya. Quote itu yang sebenarnya selalu saya teringat terus di hari-hari berikutnya di MK ini,” tutur Suhartoyo.
Suhartoyo tidak menyangka hal tersebut mengandung filosofi luar biasa dan menjadi judul dari sebuah buku besar yang ditulis Wahiduddin Adams. Di samping itu, falsafah-falsafah luar biasa lainnya juga bisa ditemukan dalam buku yang ditulis Manahan Sitompul maupun Arsul Sani.
Suhartoyo berharap buku-buku yang diluncurkan hari ini bukan karya tulisan terakhir dari masing-masing penulis. Suhartoyo berharap Wahiduddin dan Manahan terus dapat menuangkan gagasan dan ide ke dalam buku di tengah kesibukan aktivitasnya usai purnabakti dari MK. Harapan juga ditujukan kepada Arsul Sani agar bisa memperkuat hobi menulis di lingkungan MK yang para pegawainya juga gemar menulis.
“Saya teringat dengan pengarang atau penulis yang mengatakan begini, orang boleh mempunyai ilmu setinggi langit tetapi ketika itu tidak mau menulis maka semua itu akan hilang ditelan oleh sejarah katanya. Oleh karena itu, pagi ini saya bisa menyimpulkan bahwa kawan-kawan dan para Yang Mulia yang hobi menulis ini adalah orang yang hebat, artinya orang-orang yang mau menuangkan gagasan dan pikirannya dalam sebuah keabadian. Itu catatan penting pagi ini,” tandas Suhartoyo.
Selayang Pandang Buku
Wahiduddin Adams, hakim konstitusi periode 2014-2019 dan 2019-2023 itu menjelaskan, buku yang berjudul Membiasakan Yang Benar berisi berbagai karya tulis ilmiah sumbangsih para begawan, tokoh hukum, pemikir-pemikir kritis, yang peka terhadap permasalahan hukum dan berupaya menggali serta mencari solusinya. Selain itu, buku ini juga memuat kumpulan kesaksian atau testimoni para sahabat atau orang-orang yang mengiringi kehidupannya.
Sementara, buku yang berjudul 70 Tahun Dr. Wahiduddin Adams, S.H. M.A. Dalam Pusaran Kehidupan dan Supremasi Konstitusi adalah autobiografi yang menceritakan kisah perjalanan hidup seorang Wahiduddin Adams. Bermula dari kisah lengkap Wahiduddin semasa kecil di kampung halaman, menempuh pendidikan di Ibu Kota, menapaki karier di Kementerian Hukum dan HAM, menjadi dosen di kampus almamaternya, hingga menjadi hakim konstitusi.
“Saya persembahkan kedua buku ini agar dapat menjadi sumbangsih yang bermanfaat di penghujung masa bakti saya sebagai hakim konstitusi,” ujar Wahiduddin.
Kemudian, Manahan Sitompul, hakim konstitusi periode 2015-2020 dan 2020-2023 itu sekilas menjelaskan bukunya berjudul Ora Et Labora: Perjuangan dan Pergulatan Anak Tarutung Menjadi Pengadil. Buku ini berisi rangkaian pengalaman-pengalaman Manahan sebagai hakim peradilan umum maupun hakim konstitusi. Dalam buku ini, Manahan menuangkan pemikirannya terkait bagaimana pergulatan hakim dalam memutus perkara dengan mengemukakan teori paradigma aktivisme yudisial serta mengangkat isu open legal policy.
“Saya rasa buku ini sangat berguna bagi generasi penerus, baik hakim-hakim muda, mahasiswa, maupun praktisi untuk menjadi perbandingan dengan pengalaman pribadi masing-masing,” kata Manahan.
Arsul Sani, hakim konstitusi 2024-2035, sekilas mengulas kandungan bukunya yang berjudul Keamanan Nasional dan Perlindungan HAM: Dialektika Kontraterorisme di Indonesia. Buku ini diterjemahkan dan diadaptasi dari disertasi doktoralnya di sebuah universitas di Eropa. Fokus dari buku ini adalah tentang studi kebijakan hukum dan implementasinya dalam penanggulangan terorisme di Indonesia dengan fokus utama pada pasca serangan bom Bali yang pertama pada Oktober 2002.
“Namun buku ini juga membahas aspek-aspek histori dalam kebijakan hukum dan implementasi dalam penanggulangan pasca Indonesia merdeka ini tentu untuk memberikan titik-titik atau connecting point antara kebijakan hukum dan implementasi yang sekarang dengan kebijakan hukum dan implementasi pada periode-periode sebelumnya, baik Orde Lama, Orde Baru, maupun Orde Reformasi sebelum serangan bom Bali pertama,” jelas Arsul.
Tradisi Akademik MK
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan dalam laporannya mengatakan, peluncuran buku hakim konstitusi ini sebagai upaya untuk mempertahankan tradisi akademik di MK. Dalam kurun lima tahun, MK telah meluncurkan 150 judul buku yang ditulis hakim konstitusi, hakim konstitusi purnabakti, maupun pegawai MK.
“Tujuan penulisan buku ini tentunya tidak terlepas dari upaya untuk meningkatkan kultur dan tradisi akademik di Mahkamah Konstitusi. Tidak dipungkiri atmosfer kerja di Mahkamah Konstitusi besifat substansial selalu diwarnai dan didukung nuansa ilmiah akademis,” tutur Heru.
Sebagai informasi, kegiatan peluncuran buku ini dihadiri para hakim konstitusi. Hadir pula hakim konstitusi periode pertama Jimly Asshididiqie serta beberapa tamu undangan. Usai kegiatan ini, Arsul Sani bertolak ke Istana Negara untuk pengucapan sumpah sebagai hakim konstitusi periode 2024-2035 di hadapan Presiden RI Joko Widodo.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.