JAKARTA, HUMAS MKRI – Asisten Ahli Hakim Mahkamah Konstitusi (Asli MK) Muhammad Reza Winata menerima kunjungan dari Universitas Islam 45 Bekasi di Aula Gedung II MK pada Kamis (18/1/2024). Reza membawakan materi yang berjudul “Mahkamah Konstitusi Menuju Peradilan yang Modern dan Tepercaya”.
Reza dalam pemaparan materi menjelaskan MK merupakan lembaga negara yang dibentuk pada era Reformasi. Adapun ide pembentukan MK di mana dalam pembahasan Undang-Undang Dasar (UUD) oleh BPUPKI, Mohamad Yamin mencetuskan ide pembentukan Balai Agung yang memiliki kewenangan membanding Undang-Undang (UU) terhadap UUD. Namun ide tersebut disanggah oleh Supomo dengan argumentasi saat itu Indonesia belum cukup memiliki sarjana hukum. Selain itu, Indonesia yang masih dipengaruhi hukum Belanda menganut sistem pembagian kekuasaan. Selanjutnya, ide pembentukan MK muncul kembali pada pembahasan amendemen tahap ketiga UUD.
“MK merupakan lembaga yang dibentuk di era reformasi melalui amendemen UUD 1945. Pada saat Orde Baru banyak pelanggaran yang terjadi sehingga dibentuk MK di Indonesia,” ujar Reza.
Reza juga menjelaskan kewenangan MK lainnya, yakni menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar-lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu dan yang terbaru yaitu MK berwenang memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota).
Hukum Acara MK
Reza menjelaskan tentang asas hukum acara MK, yaitu ius curia novit yang berarti pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara karena pengadilan mengetahui hukumnya. Kemudian asas persidangan umum terbuka yang menghendaki agar semua persidangan MK dapat diikuti oleh publik, sehingga hakim bisa bertindak lebih objektif.
“(Asas) Independensi lembaga peradilan diartikan bahwa lembaga peradilan tidak boleh diintervensi oleh lembaga atau kepentingan apa pun, cepat sederhana dan tanpa biaya Dengan asas ini, maka proses peradilan di MK dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” tambah Reza.
Untuk substansi permohonan Reza menjelaskan terbagi menjadi dua, yaitu materiil yang menerangkan substansi norma undang undang dan formil yang menerangkan proses pembentukan undang-undang. “Dalam pengambilan Hakim Konstitusi memiliki kebebasan memilih metode penafsirannya bisa menggunakan satu metode penafsiran atau bisa juga lebih,” ujarnya.
Di pembahasan selanjutnya, Reza menerangkan pemanfaatan teknologi di MK sendiri untuk pengajuan permohonan pengujian undang undang bisa melalui daring dapat diakses melalui laman atau luring dengan langsung ke MK. “Akses perkara ataupun akses putusan juga dapat diakses melalui website mkri.id, dan untuk persidangan pun juga dapat melalui persidangan secara online jika terkendala jarak atau pun biaya,” lanjutnya.
Usai mendengarkan paparan materi yang disampaikan oleh Reza tersebut, para Mahasiswa diajak mengelilingi Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang terletak di lantai 5 dan 6 Gedung I MK dengan didampingi Pustakawan Ahli Madya Hanindyo. Sebagai informasi, Puskon berisi tentang dokumentasi dinamika perjalanan sejarah konstitusi dan MK yang ditampilkan melalui perpaduan informasi, seni, dan teknologi. Melalui Pusat Sejarah Konstitusi, para mahasiswa dapat secara mudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi berikut perjalanannya dalam garis sejarah bangsa Indonesia. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.